Menu

Gara-gara Pertemuan Ini, Israel Jadi Kebakaran Jenggot dan Panas Dingin

Siswandi 6 Sep 2020, 23:29
Sekretaris Jenderal Hizbullah, Hassan Nasrallahbertemu Kepala Biro Politik Hamas, Ismail Haniyeh. Foto: int
Sekretaris Jenderal Hizbullah, Hassan Nasrallahbertemu Kepala Biro Politik Hamas, Ismail Haniyeh. Foto: int

"Kami memperkuat kekuatan poros perlawanan dalam menghadapi semua tekanan dan ancaman. Terutama pasca kesepakatan abad ini dan proyek normalisasi Arab resmi dengan entitas perampas dan tanggung jawab bangsa terhadap itu," ujarnya.

Seperti diketahui, pada pertengahan Agustus lalu Presiden AS Donald Trump telah berhasil meyakini Uni Emirat Arab (UEA) dan Israel untuk duduk bersama dan menjalin perjanjian normalisasi hubungan dua negara di Timur Tengah itu.  Hal itu dilakukan AS terkait dengan rencana pembelian jet tempur F-35 oleh UEA. 

Sementara di satu sisi, Amerika Serikat sendiri terikat perjanjian kerja sama industri pertahanan dengan Israel, yang disebut perjanjian Keunggulan Militer Kualitatif Israel (QME) di Timur Tengah. Perjanjian itu menegaskan bahwa Amerika Serikat tidak dapat menjual senjata-senjata canggihnya kepada negara-negara di Timur Tengah tanpa persetujuan Israel.

Kabarnya, rencana penandatangan kerja sama pembelian F-35 yang rencananya akan dilakukan pada 13 September mendatang di Gedung Putih, mendapatkan kecaman dari Kepala Intelijen Israel Eli Cohen. Ia  tidak setuju jika UEA memiliki F-35 dari AS seperti halnya Israel saat ini. Menurut Cohen, jika UEA memiliki pesawat tempur modern F-35 maka kekuatan tempur UEA akan berkembang, dan dia mengkhawatirkan perkembangan kekuatan militer UEA dapat menjadi ancaman bagi Israel dalam waktu mendatang.

Hal itu yang kemudian menimbulkan prediksi, kesepakatan normalisasi hubungan Israel dan UEA yang difasilitasi oleh AS itu bakal teracam rusak. Situasi ini juga menunjukkan bahwa Israel akan tetap pada pendiriannya.

Sikap itu sekaligus mempertontonkan ambisi Israel menjadi negara yang memiliki kekuatan tempur di atas negara-negara islam di kawasan Timur Tengah. Parahnya, hal itu berarti Israel tidak akan melepaskan Palestina dari klaim kepemilikan wilayahnya. ***

Halaman: 123Lihat Semua