Fahri Hamzah Minta Lembaga Survei Jujur, Kalau Dibayar Sebaiknya Disebutkan

Siswandi 25 Mar 2019, 11:18
Fahri Hamzah
Fahri Hamzah

RIAU24.COM -  Keberadaan lembaga survei di Tanah Air, belakangan ini kerap mendapat sorotan. Hal itu terkait dengan banyak hasil survei dalam ajang Pilpres, yang terkesan cenderung menguntungkan salah satu kandidat calon presiden.

Menyikapi kondis itu, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan, sebaiknya lembaga survei bersikap terbuka kepada publik.

"Pertama, azas keterbukaan, disclose. Kalau lembaga survei itu sudah dibiayai oleh kandidat, sebaiknya dia mengumumkan bahwa dia bukan lembaga survei independen, tetapi dia lembaga survei yang bekerja untuk kandidat," ujarnya, Senin 25 Maret 2019 di Gedung DPR Jakarta.

"Karena kan kemudian tiba-tiba lembaga survei ini dibayar semua oleh kandidat tertentu, akhirnya punya core, begitu," ujarnya.

Tak hanya itu, Fahri juga menilai, perlunya regulasi yang mengatur tanggung jawab lembaga survei.

"Saya kira kita memerlukan mungkin semacam undang-undang begitu atau regulasi tentang lembaga survei supaya kerja dari lembaga survei lebih bertanggung jawab, tidak partisan. Kalau mau partisan diumumkan bahwa dia partisan. Jangan kemudian atas nama sains dan ilmu pengetahuan ternyata dia partisan," tambahnya, dilansir detik.

Dalam kesempatan itu, Fahri juga mengaku kesal kepada pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Denny JA. Karena membuat survei yang menurutnya tidak bermutu.

"Saya terus terang agak kesel ya sama Denny JA ya. Kok dia bikin survei itu nggak mutu gitu. Misalnya, 'pemilih Prabowo kebanyakan radikal'. Buat apa Anda begitu? Anda cuma mau mendiskreditkan Prabowo kan? Apa itu lembaga survei namanya? Nggak, itu propagandis," tegasnya.

Karena itu, kata Fahri, perlu ada regulasi hingga etika lembaga survei. Sebab, menurut Fahri, survei seperti 'pemilih radikal' itu akan membuat orang takut.

"Nah itu yang saya bilang. Jadi atur moralnya, atur etiknya, atur juga regulasinya supaya jangan gitu. Dia niatnya memang nyerang. Ya terang aja masyarakat kan terbelah. Tapi kemudian mengembangkan opini bahwa 'ini pemilihnya itu radikal', akhirnya bikin takut orang. Ah itu apa begitu?" ujarnya lagi.

Menurut Fahri, lembaga survei yang membuat propaganda, sama halnya seperti provokator. Dia meminta lembaga survei 'provokator' tidak menyebut diri mereka surveyor.

"Itu bukan kerjaan ilmuwan itu, pekerjaannya provokator. Ya makanya kalau mau jadi provokator, provokator beneran. Jangan bilang surveyor, karena itu nggak independen," tandasnya.

Sebelumnya, sikap lembaga survei itu juga sempat disorot calon presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto. Ia menyebut banyak lembaga survei yang bohong dan bekerja sesuai pesanan. ***