BPJS Kesehatan Defisit Rp 9,1 Triliun, Sri Mulyani Sebut Kemenkes Harus Lebih Bertanggung Jawab

Satria Utama 28 May 2019, 10:05
Sri Mulyani
Sri Mulyani

RIAU24.COM -  Kondisi keuangan Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) tahun 2018 lalu sangat memprihatinkan. Berdasarkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menunjukkan, BPJS mengalami defisit Rp9,1 triliun.

Hal ini disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani di DPR pada Senin malam (27/5). Sri meminta BPJS Kesehatan melakukan sejumlah langkah untuk mengurangi defisit tersebut.

"Rekomendasi BPKP agar BPJS menjalankan action plan-nya agar bisa kurangi Rp9,1 triliun ini, yang memang 'under control' dari BPJS Kesehatan," kata Sri Mulyani, seperti dikutip dari Antara.

Ia menyebut ada beberapa rekomendasi BPKP guna meminimalkan defisit BPJS Keuangan. Rekomendasi tersebut mencakup permasalahan yang bersifat kepesertaan, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) kapitasi di pemda, pencegahan fraud, penagihan Non Performing Loan (NPL), dan sejumlah kerja sama lain yang bisa dilakukan.

BPJS Kesehatan juga diminta membereskan sistem pengelolaan data peserta untuk mencegah masalah kepesertaan ganda dan sebagainya.

Ia juga berharap Menteri Kesehatan turut membantu meminimalisasi defisit keuangan BPJS tersebut, terutama sesuai ranahnya. "Kalau nanti sudah dibersihkan action plan-nya, baru kami menambah kekurangannya," kata Sri Mulyani.

Ia mengaku merasa keberatan jika BPJS Kesehatan langsung datang ke Kementerian Keuangan saat mengalami defisit keuangan. Menurut dia, Kemenkes seharusnya bukan menjadi pihak pertama yang harus menyelesaikan defisit BPJS Kesehatan, melainkan pihak terakhir setelah berbagai upaya dilakukan.

Sri Mulyani mencontohkan adanya SILPA dana kapitasi tahun anggaran 2018 yang sedianya diberikan kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) seperti puskesmas dan klinik untuk biaya layanan dan operasional sebesar Rp2,5 triliun masih mengendap di pemerintah daerah.

Menurut dia, dana tersebut dapat dimanfaatkan untuk meminimalkan defisit dengan penerbitan regulasi berupa Peraturan Menteri Kesehatan guna mengatur hal tersebut. ***