Divonis 2 Tahun, Pertimbangan Hakim Terkait Hal ini Bikin Ratna-Atiqah Heran

Siswandi 11 Jul 2019, 23:36
Ratna Sarumpaet dan putrinya Atiqah usai sidang di PN Jakarta Selatan. Foto: int
Ratna Sarumpaet dan putrinya Atiqah usai sidang di PN Jakarta Selatan. Foto: int

RIAU24.COM -  Terdakwa kasus hoaks penganiayaan, Ratna Sarumpaet akhirnya divonis 2 tahun oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis 11 Juli 2019. Ratna ditetapkan terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.

Namun ada satu hal yang membuat Ratna dan putrinya Atiqah Hasiholan, menjadi heran. Hal itu terkati pertimbangan hakim soal benih-benih keonaran.

Dilansir detik, majelis hakim menimbang delik materiil pada Pasal 14 ayat 1 UU 1946, yakni menerbitkan keonaran. Majelis menimbang bahwa menerbitkan berarti menimbulkan perselisihan, membangkitkan amarah, kerugian, dan sebagainya.

"Menurut majelis bahwa keonaran itu belum benar-benar terjadi. Tapi bibit-bibit untuk terjadinya keonaran itu telah tampak dan muncul ke permukaan," ujar hakim anggota Krisnugroho, saat membacakan analisis yuridis putusan Ratna Sarumpaet.

Bibit atau benih keonaran dalam pertimbangan hakim tersebut, didasari fakta-fakta persidangan, seperti kabar yang menjadi viral di dunia maya.

"Menjadi pro-kontra di medsos dan menjadi berita utama di media mainstream," kata hakim.

Selain itu, muncul demonstrasi di Polda Metro Jaya, termasuk pertemuan di sebuah restoran oleh sekelompok orang untuk menyikapi kabar penganiayaan Ratna Sarumpaet.

"Menimbang bahwa jika kondisi tersebut tidak cepat teratasi oleh kepolisian, maka kerusuhan, keributan, dan keonaran bisa terjadi dan hal tersebut tentunya akan sangat merugikan kita semua, dan fungsi hukum untuk menjaga ketertiban di masyarakat menjadi tidak mempunyai arti," papar hakim.

Ketegangan ini, disebut hakim, baru mereda setelah Ratna Sarumpaet menggelar jumpa pers mengakui kebohongannya dan meminta maaf pada 3 Oktober.

"Menimbang bahwa terdakwa seharusnya menyadari kalau berita bohong dan kondisi muka lebam di mukanya akibat pemukulan yang disebarkan itu akan menyebabkan reaksi dari orang yang menerima dan membaca dan mengetahui keadaan tersebut," ujar hakim.

Menurut hakim, Ratna Sarumpaet seharusnya menyadari, dalam dunia teknologi yang canggih, hoax penganiayaan bisa dengan mudah menyebar.

Tidak Terbukti
Seusai sidang, Ratna Sarumpaet pun menanggapi pertimbangan majelis hakim. Menurutnya, unsur keonaran seharusnya tidak terbukti sebagaimana dalam dakwaan jaksa. Tapi Ratna mempertanyakan pertimbangan hakim yang menyebut ada benih-benih keonaran.

"Benih-benih itu kan bahasa yang dikamuflase sedemikian rupa. Kan hukum itu ada kepastiannya, nggak bisa benih-benih kok tiba-tiba memunculkan itu. Nanti harus dibongkar lagi kamus bahasa Indonesia maksudnya," lontarnya.

Hal yang sama juga dirasakan sang putri, Atiqah Hasiholan. Meski bersyukur vonis yang diterima ibunya lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yakni 6 tahun, namun ia juga merasa heran terkait benih-benih keonaran tersebut.

"Walaupun di satu sisi saya bersyukur, dari 6 tahun tuntutan, ibu saya divonis 2 tahun. Tapi ya itu dia ya, kata 'keonaran', 'benih-benih keonaran'," ujarnya heran. ***