Bikin Pertemuan Tanpa Megawati, Surya Paloh Dinilai Bangun Koalisi Baru dalam Koalisi Jokowi-Ma'ruf

Siswandi 23 Jul 2019, 13:25
Surya Paloh memberikan keterangan didampingi Muhaimin Iskandar, Airlangga Hartarto dan Suharso Monoarfa. Foto: int
Surya Paloh memberikan keterangan didampingi Muhaimin Iskandar, Airlangga Hartarto dan Suharso Monoarfa. Foto: int

RIAU24.COM -  Pertemuan Ketua Umum DPP Nasden, Surya Paloh, bersama beberapa ketua umum partai politik yang tergabung dalam koalisi Jokowi-Ma'ruf Amin, terus mendapat sorotan. Seperti diketahui, pertemuan itu berlangsung di Kantor DPP Nasdem sepanjang Senin (22/7/2019) malam kemarin.  

Selain Surya Paloh sebagai tuan rumah, pertemuan itu dihadiri  Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin, Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto dan Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa. Keempat pimpinan parpol tersebut didampingi sekjen masing-masing, akhirnya sempat memberikan keterangan pers pada Senin malam tadi.

Namun tidak tampak perwakilan partai lain yang juga anggota koalisi Jokowi-Ma'ruf, seperti PDI Perjuangan, Hanura, Perindo, PSI dan PBB.

Dilansir kompas, Selasa 23 Juli 2019, dalam kesempatan itu, seluruhnya kompak mengatakan, pertemuan itu dalam rangka menjaga soliditas antara parpol pengusung Jokowi. Semua pihaknya juga menyatakan komitmen untuk mendukung program pembangunan yang akan dilaksanakan pemerintah.

Bangun Koalisi Baru
Namun di mata pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno, ada beberapa hal terkait pertemuan itu, yang membuatnya merasa heran.

Sebab, ia menilai, tidak ada latar belakang peristiwa yang sangat kuat saat ini, sehingga Surya Paloh, Cak Imin, Airlangga dan Suharso menggelar konferensi pers khusus dan berbicara mengenai soliditas di antara sesama parpol koalisi pendukung Jokowi-Ma'ruf.

Sebaliknya, ia melihat keempat ketum parpol tersebut terkesan telah membentuk koalisi baru di dalam koalisi Jokowi-Ma'ruf. Ia memprediksi, dasar terbentuknya koalisi baru ini, hanya satu. Yakni tidak ingin ada parpol baru masuk ke dalam koalisi Jokowi-Ma'ruf.

"Terlihatnya memang seperti ada koalisi di dalam koalisi. Dari pertemuan itu menimbulkan pertanyaan penting, kenapa PDI-P tidak hadir? Soliditas yang mereka bicarakan itu pun maknanya tersirat. Pesannya kepada Jokowi adalah jangan memberikan karpet merah kepada mereka (partai pendukung Prabowo-Sandiaga)," lontarnya.

Namun demikian, Adi menilai manuver seperti ini merupakan hal yang wajar. Apalagi saat ini beredar kabar yang menyebutkan adanya partai baru yang bakal bergabung ke dalam koalisi pemerintahan. Ia kemudian menyebutkan nama Gerindra, Partai Amanat Nasional (PAN) dan Demokrat.

"Kalau mau ditafsirkan, memang keempat parpol ini (PKB, Golkar, Nasdem, dan PPP) intinya menolak partai pendukung Prabowo masuk ke koalisi pemerintahan. Mereka juga menyampaikan pesan tersirat ke Jokowi untuk tidak membuka hati, apalagi keempat partai ini konsisten menolak adanya penambahan parpol ke koalisi," ujarnya lagi.

Tak hanya itu,  Adi juga melihat, koalisi empat parpol ini juga didasari atas perebutan kursi pimpinan MPR RI.

"Gerindra sempat menyatakan ketertarikannya mendapatkan kursi Ketua MPR. Mereka beralasan mendapatkan jatah kursi Ketua MPR untuk menjaga harmonisasi politik. Sementara itu, PKB dan Golkar juga menginginkan kursi Ketua MPR. Jadi, keempat partai ini tidak ingin ada sharing power," jelas Adi.

Jika dibiarkan, tentu manuver empat partai politik ini akan berdampak buruk bagi pemerintahan baru. Adi pun menyarankan kepada Jokowi-Ma'ruf untuk kembali menyolidkan partai-partai di koalisinya.

Jokowi, lanjutnya, perlu membangun kebersamaan dan mengingatkan kepada seluruh partai pendukung bahwa koalisi dibentuk berdasarkan visi dan misi yang sama dalam membangun negara.

"Yang paling penting, Jokowi juga perlu mewadahi keinginan parpol yang dibahas dan diputuskan secara musyawarah," tandasnya. ***