Ganti Haluan Dukung Jokowi, Demokrat Bisa Saja Bertepuk Sebelah Tangan, Tanda-tandanya Sudah Tampak

Siswandi 14 Aug 2019, 11:39
Pertemuan AHY dengan Presiden Jokowi, yang disebut-sebut sebagai sinyal beralihnya dukungan Demokrat dari Prabowo kepada Jokowi. Foto: int
Pertemuan AHY dengan Presiden Jokowi, yang disebut-sebut sebagai sinyal beralihnya dukungan Demokrat dari Prabowo kepada Jokowi. Foto: int

RIAU24.COM -  Dinamika politik pasca Pilpres 2019, terus menghangat. Salah satu yang mendapat sorotan, adalah Partai Demokrat. Hal itu setelah Demokrat melontarkan sinyal akan mendukung pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin lima tahun ke depan. Sebelumnya, Demokrat termasuk partai yang mendukung pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Namun, langkah yang ditempuh Demokrat itu, bisa saja bertepuk sebelah tangan. Pasalnya, sesuai kabar yang beredar, langkah Demokrat tersebut kurang mendapat sambutan yang antusias dari partai pendukung Jokowi-Ma'ruf, khususnya PDIP sebagai pendukung utama. Bahkan, dukungan Partai Demokrat dianggap terlambat.

Dilansir kompas, Rabu 14 Agustus 2019, dalam beberapa kesempatan, Partai Demokrat telah melancarkan kode-kode mengenai arah politik mereka. Salah satunya, saat Komandan Komando Tugas Bersama Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) bertemu Presiden Jokowi di Istana Negara, Jakarta. Namun ketika itu, AHY tak secara gamblang menyebutkan bahwa partainya akan merapat ke kubu Jokowi.

Yang terbaru, adalah pernyataan Ketua Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean. Belum lama ini, ia menyatakan arah partainya telah bulat untuk memperkuat pemerintahan Jokowi dan Ma'ruf untuk lima tahun ke depan. Namun, ia mengakui dukungan itu belum dinyatakan secara resmi.

Namun sejauh ini, sikap Demokrat tersebut tampaknya bisa saja bakal bertepuk sebelah tangan. Karena respon dari koalisi partai politik pendukung Jokowi tampak kurang. Khususnya dari PDIP,  sebagai partai pengusung Jokowi-Ma'ruf.  

Partai yang dipimpin Megawati Soekarnoputri ini juga terkesan memberikan semacam "kode keras" dalam menolak bergabungnya partai yang dipimpin Susilo Bambang Yudhoyono itu.

Tak Diundang
Salah satu tanda-tanda tersebut, Demokrat tak diundang saat Kongres V PDIP di Bali. Justru yang mendapat perlakuan istimewa ketika itu adalah Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto. Dari koalisi pendukung Prabowo-Sandi yang ikut hadir adalah PAN yang diwakili Sekjennya Eddy Soeparno.

Sementara itu, perwakilan dua parpol pendukung Prabowo-Sandi lainnya, yakni Demokrat dan PKS, tidak tampak hadir.

Ketika itu, Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto mengatakan, pihaknya memang hanya mengundang partai Koalisi Indonesia Kerja. Adapun kehadiran Prabowo dan Eddy dalam acara tersebut merupakan undangan khusus dari partai.

"Yang kami undang adalah partai Koalisi Indonesia Kerja dan Pak Prabowo diundang secara khusus oleh Ibu Mega pada saat pertemuan di Teuku Umar," kata Hasto.

"Kemudian Pak Zulkifli diundang dalam kapasitas sebagai Ketua MPR, tapi juga melekat sebagai Ketua Umum PAN," terangnya.

Selain itu, sinyal lain datang dari politisi PDI-P, Andreas Hugo Pareira. Ia menilai keinginan Partai Demokrat untuk bergabung sudah “basi” karena diungkapkan setelah hasil Pilpres 2019 diketahui.

"Seharusnya ini sudah dilakukan sebelum pilpres. Sudah sangat terlambat apabila baru sekarang diekspresikan," lontarnya, Selasa (13/8/2019).

Andreas menduga, keinginan Partai Demokrat dalam mendukung pasangan Jokowi-Ma'ruf karena berharap pembagian kekuasaan dalam Kabinet Kerja jilid II. Namun ia yakin, Jokowi akan mencermati dukungan yang semakin mengalir seusai kemenangan Pilpres 2019.

Faktor lainnya, Demokrat juga dinilai belum bulat terkait arah politiknya tersebut. Setelah Ferdinand Hutahaean mengungkapkan arah partainya mendukung Jokowi, namun Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarief Hasan mengatakan, langkah itu belum diputuskan majelis tinggi partai.

Namun Syarief mengakui mayoritas kader partai memang menginginkan bergabung dengan koalisi pemerintah. Namun, ada juga yang menolak usul mendukung pemerintah.

"Ya belum diputuskan sama majelis tinggi. Memang pembicaraan kan di antara kader, kan ada yang mau masuk ada yang tidak," kata Syarief. ***