Gara-gara Faktor Ini, ICW Sebut Jokowi Punya Standar Ganda

Siswandi 24 Sep 2019, 12:44
Presiden Joko Widodo
Presiden Joko Widodo

RIAU24.COM -  Pernyataan Presiden Joko Widodo yang menegaskan tidak akan tak akan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) untuk mencabut UU KPK yang baru disahkan, saat ini mulai menuai tanggapan.

Salah satunya datang dari Indonesia Corruption Watch (ICW). Seperti dilontarkan Koordinator Korupsi Politik ICW Donal Fariz, keengganan Jokowi menerbitkan Perppu tersebut, menunjukkan bahwa presiden dan pemerintah punya standar ganda.

"Kalau presiden bicara soal penolakan Perppu KPK ini justru pemerintah punya standar ganda dalam setiap pembahasan revisi UU," lontarnya, Senin (23/9/2019) tadi malam.

"Ada standar ganda pemerintah, RUU KUHP, RUU Pemasyarakatan, RUU Pertanahan itu produk-produk kontroversial di akhir masa jabatan. Nah, banyak materi bermasalah, termasuk juga Undang-Undang KPK. Ketika presiden hanya menahan revisi UU yang lain sementara UU KPK jalan terus, itu artinya pemerintah punya standar ganda dalam pembentukan aturan dan memang menganggap KPK ini menjadi bagian dari yang tidak disenangi pemerintah," tambahnya, dilansir detik, Selasa 24 September 2019.

Selain itu, sikap pemerintah yang terkesan tidak senang dengan keberadaan KPK, juga tampak dari pernyataan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko yang menyebut lembaga antirasuah itu bisa mengganggu investasi, meski belakangan pernyataan itu akhirnya diluruskan Moeldoko.

Menurut Donal, begitu KPK dianggap pemerintah sebagai gangguan berhasil dilemahkan, maka pemerintah enggan memperbaiki kondisi tersebut.

"Itu saja alat konfirmasinya, kan berkaitan itu pernyataan Moeldoko yang menyebut KPK mengganggu investasi dengan kemudian tidak dikeluarkannya Perppu ini karena kan menganggap KPK gangguan dalam pikiran pemerintah. Ketika gangguan itu sudah diatur sekarang pemerintah nggak mau perbaiki kondisinya," ujarnya.

Masih Ada Peluang
Sementara itu, Sekjen Transparency International Indonesia (TII) Dadang Trisansongko, mengatakan, Jokowi sebetulnya memiliki peluang untuk menyelamatkan KPK dari pelemahan. Kesempatan pertama adalah saat revisi belum disahkan, Jokowi bisa bersikap dengan tidak mengirimkan surat presiden (surpres) pembahasan revisi UU KPK.

"Kesempatan kedua adalah saat DPR sudah ketuk palu mensahkan UU KPK. Presiden sebetulnya punya waktu yang cukup untuk mendengarkan masyarakat terkait substansi UU KPK yang direvisi sebelum itu ditandatangani presiden. Saya berharap presiden menunda menandatangani UU KPK versi revisi tersebut. Sangat disayangkan kalau kesempatan itu tidak diambil presiden," lontarnya.

Sebelumnya, 'Aliansi Mahasiswa Indonesia Tuntut Tuntaskan Reformasi' sudah meminta Jokowi menerbitkan Perppu setelah revisi UU KPK disetujui DPR. Namun permintaan itu pun ditolak Jokowi. ***