Jelang Pelantikan Jokowi, Pegiat HAM Nilai Pengamanan Terlalu Berlebihan

M. Iqbal 20 Oct 2019, 09:51
Ilustrasi/net
Ilustrasi/net

RIAU24.COM - Presiden dan Wakil Presiden Joko Widodo dan Maruf Amin akan dilantik hari ini, Ahad, 20 Oktober 2019. Setidaknya, 30ribu personel disiagakan untuk pelantikan tersebut.

Hal itupun ditanggapi oleh Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid. Dia menyinggung adanya perbedaan atmosfer pelantikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 2019 dengan lima tahun silam. Usman menilai pelantikan Jokowi periode kedua ini sarat pengerahan kekuatan aparat keamanan yang berlebihan.

"Potret pelantikan 2014, kita lihat seorang Jokowi diarak dengan kereta kencana oleh ribuan orang--memperlihatkan dirinya sebagai pemimpin yang pro rakyat," ujar Usman dikutip dari CNNIndonesia.com, Sabtu 19 Oktober 2019.

"Hari ini, dia dikelilingi oleh pengamanan yang berlebihan. Suatu pengamanan yang menurut saya hanya cocok untuk pemimpin yang bukan negarawan, tapi mereka yang dilantik untuk memegang kekuasaan besar dengan nyali dan mental yang kecil," lanjut dia.
zxc1

Usman yang juga pegiat HAM itu menyoroti perbandingan itu saat membahas mengenai perlunya memperkokoh koalisi masyarakat sipil untuk menghadapi konsolidasi kelompok elite. Salah satunya ditunjukkan dengan tak kunjung diungkapnya kasus penyerangan terhadap penyidik KPK Novel Baswedan.

Bertolak pada penanganan aksi belakangan ini, Usman juga melihat kecenderungan pemerintahan mendatang bakal lebih represif terhadap kebebasan berpendapat.

Hal senada juga juga disampaikan oleh Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Yati Andriyani. Hal tersebut itu, kata dia, bisa dilihat dari pergantian periode kepresidenan yang diwarnai tindakan represif dan kekerasan yang diduga dilakukan aparat.

Berdasarkan catatan KontraS, rangkaian unjuk rasa di berbagai daerah pada pengujung September 2019 mengakibatkan setidaknya lima korban meninggal, terdapat pula korban luka-luka dan penangkapan serta penahanan sewenang-wenang.
zxc2

"Semakin mundur [demokrasi] karena pengungkapan peristiwa itu semakin tidak jelas. Ini terjadi seiring pelantikan. Ditambah lagi pelarangan, pembatasan yang sangat-sangat tidak perlu," jelas Yati.

"Kalau negara ini mengaku sudah demokratis, seharusnya pelarangan aksi atau berekspresi politik seharusnya difasilitasi negara, bukan justru dibatasi," ungkapnya.