Sebut Iuran BPJS Naik Jadi Kado Pahit, PKS: Jangan Lempar Beban ke Rakyat

Riki Ariyanto 31 Oct 2019, 15:00
Kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di kritik PKS (foto/int)
Kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di kritik PKS (foto/int)

RIAU24.COM - Kamis 31 Oktober 2019, Kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menuai pro dan kontra. Bahkan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) pertanyakan sikap pemerintahan Jokowi-Maruf Amin yang naikkan iuran BPJS Kesehatan.

zxc1

Seperti dilansir dari Tempo, Wakil Ketua Fraksi PKS di DPR Netty Prasetiyani bahkan sebut kenaikan iuran BPJS jadi kado pahit bagi rakyat oleh pemerintahan baru Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Maruf Amin.

“Ini kado pahit pelantikan buat rakyat yang sedang sekarat, menanggung beban berat,” sebut Netty lewat keterangan resmi, Kamis, 31 Oktober 2019.

Netty sebut saat September lalu, DPR telah menolak usulan pemerintah untuk menaikkan iuran BPJS peserta mandiri. Pemerintah diharap agar menata kembali data kepesertaan dan cari cara lain untuk menutup defisit BPJS.

Pemerintah menerbitkan kebijakan bahwa kenaikkan iuran untuk peserta mandiri yang berlaku mulai Januari 2020 adalah sebagai berikut: kelas III dari 24.000 menjadi 42.000, kelas II dari 51.000 menjadi 110.000 dan kelas I dari 81.000 menjadi 160.000.

zxc2

Sedangkan untuk peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang iurannya ditanggung negara, kenaikannya dari 24.000 menjadi 42.000 dan dihitung per Agustus 2019. Secara hitungan, kenaikan tersebut mendekati 100 persen.

Bagi Netty, kenaikan iuran BPJS tanpa adanya proses pembenahan dan pemilahan data kepesertaan dapat dipastikan akan membebani masyarakat. “Beranikah BPJS menjamin bahwa seluruh peserta PBI itu memang orang yang berhak menerima? Sebaliknya, sekitar 32 juta yang didata sebagai peserta mandiri, yang dikatagorikan sebagai Peserta Bukan Penerima Upah, yang 50 persennya menunggak iuran itu, benarkah memiliki kemampuan untuk membayar?” sebut Netty.

Netty ingatkan bahwa penyediaan layanan kesehatan adalah kewajiban pemerintah pada rakyatnya. Itu tugas konstitusional yang tidak boleh diabaikan. “Pemerintah harus jeli mencari cara-cara kreatif dan inovatif dalam menangani defisit BPJS. Jangan memudahkan urusan dengan melempar beban pada rakyat. BPJS defisit, iuran naik. PLN rugi, tarif naik. Pertamina jebol anggaran, gas dan bahan bakar naik. Wah, enak dong jadi pemerintah. Dimana keberpihakan pada rakyat," sebut Netty.

Saat ini, kata Netty, yang paling penting adalah bagaimana menyelamatkan hidup rumah sakit yang pembayarannya tertunggak oleh BPJS Kesehatan. “BPJS harus segera membayar rumah sakit agar tidak kolaps dan terhindar dari merumahkan karyawan, termasuk dokter dan tenaga paramedis. Rumah sakit kan harus melunasi hutangnya di vendor obat dan alkes agar supply tidak terganggu,” ujar Netty. (Sumber: Tempo)