Ternyata, Seperti Ini Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar Menilai Mendikbud Nadiem Makarim

Siswandi 31 Oct 2019, 15:42
Mendikbud Nadiem Makarim
Mendikbud Nadiem Makarim

RIAU24.COM -  Sejak dilantik menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Kabinet Indonesia Maju, sosok Nadiem Makarim tampaknya masih terus menjadi sorotan. Hal ini tampaknya juga berlaku di lingkungan DPR. 

Seperti dituturkan Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar, kehadiran Nadiem akan menjadi tantangan baru bagi anggota Komisi X DPR yang bermitra dengan Kemendikbud. Pasalnya, anggota Dewan akan dituntut bisa bertindak cepat dan tepat, agar bisa mengimbangi langkahnya. 

Tidak hanya kepada Nadiem, hal yang sama juga ditujukannya kepada Whisnutama sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

Dilansir kompas, Kamis 31 Oktober 2019, Muhaimin mengatakan, kehadiran menteri-menteri muda sebagai mitra Komisi X DPR akan menjadi tantangan tersendiri. Intinya, anggota DPR harus siap beradu cepat dan tepat dengan mereka. 

"Komisi X akan hadapi tantangan baru salah satunya menteri usia 35 tahun. Menantang, menarik, berani,” ujar Muhaimin dalam rilis yang diterima kompas, Rabu (30/10/2019). 

“Saya tidak tahu kenapa Pak Nadiem (Makarim), mungkin karena kreativitasnya, tetapi bagaimanapun pandangannya tergantung Komisi X," ujarnya lagi. 

Begitu pun dengan Wishnutama. Ia dinilai sebagai sosok yang menarik, menantang, berani dan penuh tantangan. Intinya, anggota DPR harus siap mengimbangi sosok kreatif, yang kini telah diangkat menjadi menteri. 

Adab Harus Nomor Satu 
Sementara itu, Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda menyatakan, pendidikan Indonesia harus mengedepankan adab. Menurutnya,  segala inovasi dan kreativitas dari peserta didik harus bermuara pada terbentuknya mental yang mengedepankan norma. Dengan demikian, peserta didik mampu memberikan kemanfaatan kepada sesama. 

“Berbagai inovasi dan kreativitas yang diajarkan kepada peserta didik tidak boleh meninggalkan adab sebagai kerangka utama pendidikan di Indonesia. Penekanan terhadap pentingnya adab ini akan menjaga pendidikan Indonesia tidak terjatuh dalam komodifikasi yang serba material,” tuturnya. 

Huda mengatakan, pendidikan berkualitas harus memenuhi beberapa persyaratan. Pertama, pendidikan harus menumbuhkan ekosistem yang bisa mendorong peserta didik bisa berpikir cerdas. Selain itu, stakeholder pendidikan harus melakukan proses belajar-mengajar dengan dasar cinta. Dasar kecintaan terhadap ilmu ini akan melahirkan semangat, baik dari regulator, pengajar, maupun peserta ajar. 

“Saat ini banyak anak-anak kita yang tidak semangat dalam belajar, baik karena pengaruh gadget yang saat ini begitu luar biasa maupun karena persoalan lain, seperti masalah dalam keluarga,” katanya. 

“Mohon maaf berkembangnya radikalisme di tanah air menurut saya karena banyak orang saat ini mencari ilmu tidak melalui guru, tetapi sekadar membaca sepenggal informasi dari Google,” ujarnya lagi. ***