15 November: Perundingan Linggarjati, Belanda Akui Sumatera Bagian Kedaulatan Indonesia
RIAU24.COM - Jumat 15 November 2019, Kalahnya Jepang pada Perang Dunia II menjadi anugerah bagi Indonesia. Sebab Jepang menetapkan 'status quo' terhadap Indonesia sebagai bekas jajahannya.
Namun perginya Jepang menjadi kesempatan AFNEI yang dibonceng NICA untuk datang ke Indonesia, menyebabkan terjadi bentrok antara Indonesia dengan Belanda.
zxc1
Seperti dilansir wikipedia, untuk meredakan konflik, pemerintah Kerajaan Inggris sebagai penanggung jawab penyelesaian konflik politik dan militer di Asia mengundang Indonesia dan Belanda untuk berunding di Hooge Veluwe. Hanya saja perundingan itu alot.
Penyebabnya Belanda tidak mau mengakui wilayah Sumatera sebagai bagian dari Republik Indonesia. Belanda hanya mengakui kedaulatan atas Jawa dan Madura. Sementara pihak Indonesia pada waktu itu bersikukuh Belanda harus mengakui kedaulatan atas Sumatera, Jawa, dan Pulau Madura.
zxc2
Perundingan terus dilakukan, Indonesia waktu itu diwakili Sutan Syahrir, sementara Belanda diwakili oleh tim yang disebut Komisi Jendral dan dipimpin oleh Wim Schermerhorn dengan anggota H.J. van Mook, dan Lord Killearn dari Inggris bertindak sebagai mediator dalam perundingan ini. Perundingan itu berlangsung di Linggarjati, Jawa Barat (Jabar).
Akhirnya Perundingan Indonesia dengan Belanda di Linggarjati, Jabar menghasilkan beberapa poin persetujuan. Di antaranya Indonesia Belanda harus meninggalkan wilayah Indonesia paling lambat 1 Januari 1949.
Pihak Belanda dan Indonesia sepakat membentuk Republik Indonesia Serikat (RIS) dan tergabung dalam persemakmuran Indonesia-Belanda. Kemudian Belanda mengakui kedaulatan Indonesia atas wilayah Sumatera, Jawa, dan Madura. Hasil perundingan Linggarjati ditandatangani di Istana Merdeka Jakarta pada 15 November 1946. Kemudian ditandatangani secara sah oleh kedua negara pada 25 Maret 1947.
Namun Belanda akhirnya mengingkari hasil perundingan Linggarjati. Tertanggal 20 Juli 1947, Gubernur Jendral H.J. van Mook menyatakan Belanda tidak terikat lagi dengan perjanjian ini, dan pada tanggal 21 Juli 1947, meletuslah Agresi Militer Belanda I yang diprotes pemerintah Indonesia.