Komisi X DPR: Jangan Sampai Siswa Jadi Kelinci Percobaan

Bisma Rizal 13 Dec 2019, 15:09
Mendikbud Nadiem Makarim (foto/int)
Mendikbud Nadiem Makarim (foto/int)

RIAU24.COM - JAKARTA- Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda menyatakan, jangan sampai peserta didik di Indonesia menjadi kelinci percobaan.

Hal ini menanggapi rencana Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim untuk  menghapuskan Ujian Nasional pada 2021 mendatang.

zxc1

"Kita minta penjelasan. Jangan sampai siswa-siswa kita menjadi kelinci percobaan lagi sistem pendidikan nasional kita," kata Syaiful saat menggelar rapat dengan Nadiem di kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (12/12/2019).

Untuk itu, ia meminta agar Nadiem membuat desain yang komprehensif. Sebab, katanya, kebijakan yang disebut 'merdeka belajar' itu harus lebih sempurna dari ujian nasional (UN).

zxc2

"Harus ada skema grand design yang lebih sempurna ketimbang UN," ucap Syaiful.

Seperti kesiapan dan sekolah dalam melakukan tes asesmen sebagai pengganti UN. Sebagaimana, kebijakan Nadiem ini akan bertumpu pada dua hal tersebut. "Sedangkan pada saat bersamaan kualitas permerataan guru dan sarana serta prasarana kita belum memadai," ujarnya.

Namun, Syaiful mendukung kebijakan mantan bos Gojek tersebut karena dinilainya sebagai kebijakan yang luar biasa.

Nadiem sendiri menetapkan, empat program pokok kebijakan pendidikan Merdeka Belajar yang meliputi Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), Ujian Nasional (UN), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi.

“Empat program pokok kebijakan pendidikan tersebut akan menjadi arah pembelajaran kedepan yang fokus pada arahan Bapak Presiden dan Wakil Presiden dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia,” ujar Mendikbud pada peluncuran Empat Pokok Kebijakan Pendidikan “Merdeka Belajar”, di Jakarta, Rabu (11/12/2019).

Arah kebijakan baru penyelenggaraan USBN, kata Nadiem, pada tahun 2020 akan diterapkan dengan ujian yang diselenggarakan hanya oleh sekolah.

Ujian tersebut dilakukan untuk menilai kompetensi siswa yang dapat dilakukan dalam bentuk tes tertulis atau bentuk penilaian lainnya yang lebih komprehensif, seperti portofolio dan penugasan (tugas kelompok, karya tulis, dan sebagainya). 

Kemudian untuk tingkat nasionalnya akan dilakukan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter.

Yakni asesmen yang dilakukan tidak lagi berdasarkan mata pelajaran atau penguasaan materi kurikulum seperti yang selama ini diterapkan dalam ujian nasional, melainkan melakukan pemetaan terhadap dua kompetensi minimum siswa, yakni dalam hal literasi dan numerasi. (R24/Bisma)