Ketua Formappi Sebut Prolegnas DPR Seperti Keranjang Sampah

Bisma Rizal 19 Dec 2019, 20:40
Ketua Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucis Karus (foto/int)
Ketua Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucis Karus (foto/int)

RIAU24.COM - JAKARTA- Program Legislasi Nasional (Prolegnas) yang baru saja disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dinilai layaknya keranjang sampah. Karena, tidak jelas urgensinya seluruh Rancangan Undang-Undang (RUU) untuk kepentingan bangsa.

Hal itulah yang diungkapkan oleh Ketua Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucis Karus di kantornya, Jakarta, Kamis (19/12/2019).

zxc1

Lucius menilai, apa yang tergambar dalam Prolegnas untuk 2020-2024 hanya menampung seluruh usul rancangan undang-undang (RUU) baik dari DPR, DPD, maupun pemerintah.

Ia juga menyebutkan, jumlah 248 RUU yang masuk dalam prolegnas 2020-2024 tidak masuk akal.

"Lalu (DPR) menjadikan prolegnas ini sebagai keranjang sampah. Semua usulan ditampung sehingga tidak ada yang marah," katanya.

zxc2

Lucius menambahkan, penampungan ini merupakan karakter DPR sebelumnya. Karena menjadikan prolegnas itu hanya sebagai tempat untuk menampung usulan-usulan. "Tanpa pernah bisa dijelaskan urgensi RUU yang masuk dalam prolegnas itu untuk kepentingan bangsa," katanya.

Padahal, kata Lucius, rekomendasi Badan Legislasi (Baleg) DPR menyatakan agar DPR mementingkan kualitas daripada kuantitas RUU.

Ini adalah kesalahan yang terulang, ungkap Lucius, karena RUU Prolegnas akan menjadi pajangan yang belum tentu dibahas dan diselesaikan DPR.

Tentunya ini akan berpengaruh pada anggaran yang akan diperoleh DPR. "Syukur-syukur kalau nanti bisa dibahas, tapi kalau tidak juga syukur bahwa DPR bisa dapatkan anggaran karena sudah masuk dalam prolegnas," ujarnya.

Sementara itu, Peneliti bidang pengawasan Formappi M Djadijono menyebutkan, banyaknya RUU yang  masuk prolegnas hanya merupakan upaya DPR agar tampak 'tancap gas' di awal masa kerja.

"Tancap gas memang, dari sisi legislasi, dari sisi penataan kelembagaan, dari sisi fungsi anggaran, dari sisi pengawasan, semuanya tampak tancap gas," kata Djadijono.

"Tetapi tancap gasnya itu ternyata belum ada buktinya, bahkan ada tancap gas yang cenderung bisa melangkahi rambu-rambu, terutama terkait dengan masalah penyusunan prioritas," tegasnya. (R24/Bisma)