Praktik Ilegal di Pasar Palapa, Tengku Azwendi Minta Disperindag Lakukan Penyelidikan

Ryan Edi Saputra 31 Dec 2019, 09:28
Wakil Ketua DPRD Kota Pekanbaru, Tengku Azwendi Fajri
Wakil Ketua DPRD Kota Pekanbaru, Tengku Azwendi Fajri

RIAU24.COM -  PEKANBARU - Persoalan ladang bisnis ilegal sewa menyewa kios di Pasar Palapa mendapat komentar DPRD Kota Pekanbaru. Dewan meminta Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) melakukan penyelidikan. 

Wakil Ketua DPRD Kota Pekanbaru Tengku Azwendi Fajri mengatakan, sewa menyewa kios yang dilakukan oknum tentu menyalahi aturan. Sebab, retribusi yang harusnya dibayar hanya Rp100 ribu tiap bulan, kenyataannya dimarkup oleh oknum. 

"Ini sebenarnya permainan di bawah tangan. Pemilik dia hanya membayar retribusi Rp100 ribu sebulan, tapi mereka menaikkan sewa kepada pedagang lain," kata Azwendi, Selasa (31/12/2019). 

zxc1

Ia meminta, Disperindag melakukan inspeksi dan penyelidikan lebih jauh. Sebab, persoalan ini kemungkinan tidak hanya terjadi di Pasar Palapa. 

"OPD terkait perlu melakukan inspeksi, perlu melakukan penyelidikan sejauh mana, dan seperti apa sebenarnya ini terjadi,"  tegasnya. 

Secara tidak langsung, kata dia, berdampak juga dengan harga barang di pasaran. Dengan dimintanya sewa Rp7 juta pertahun, secara tidak langsung pedagang yang menyewa akan menaikkan harga. 

zxc2

"Tentu mereka ingin mendapatkan keuntungan, karena sewa tinggi. Kalau ada informasi seperti itu akan kita tampung. Saya minta OPD terkait melakukan penyelidikan. Apabila ditemukan beri mereka sanksi tegas. Kalau tidak tegas akan terjadi lagi," tandasnya.

Sebelumnya Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Pekanbaru Ingot Ahmad Hutasuhut mengakui praktek itu memang terjadi. Kata dia, Disperindag sudah menindaklanjuti praktik yang seharusnya tidak boleh terjadi di pasar pemerintah itu. 

"Iya, praktek sewa menyewa kios di bawah tangan. Kita sudah lakukan tindakan," ungkap Ingot, Senin (30/12/2019) kemarin. 

Ingot menyebut, Disperindag pernah menerbitkan Surat Hak Penempatan (SHP) atau bukti penempatan. Tapi pedagang lama yang memegang SHP tidak lagi berjualan, malah menyewakan kios ke pedagang lain. 

"Mereka tidak berdagang lagi, tapi kios disewakannya ke pedagang baru. Kita sudah batalkan SHP atas nama pedagang lama," kata dia.  

Lanjutnya, Disperindag juga sudah menerbitkan SHP baru atas nama pedagang yang baru, yang betul-betul berdagang di pasar Palapa. Pedagang yang berjualan di kios itu, hanya membayar retribusi bulanan saja. 

"Dia hanya membayar retribusi tetapi kami mensinyalir masih terjadi praktek sewa menyewa. Ini kan memberatkan pedagang," ungkapnya. 

"Pemerintah sendiri kan hanya menarik retribusi, retribusi tergantung luasan kios, kalau di pasar Limapuluh cuma Rp85 ribu/bulan. Kalau di pasar Palapa mungkin sekitar Rp100 ribu, saya tidak hapal. Ini kan ketika mereka (pedagang lama) sewakan Rp7 juta setahun besar sekali," tambahnya. (R24/put)