Tak Takut Aksi Balas Dendam, Presiden Amerika Siapkan Senjata Baru Tercanggih Untuk Hancurkan Iran

Satria Utama 5 Jan 2020, 20:46
Donald trump
Donald trump

RIAU24.COM -  Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump tidak menunjukkan sikap gentar terhadap ancaman balas dendam Iran atas kematian Mayor Jenderal Soleimani. Ia bahkan mengancam akan menyerang dengan senjata baru bila Iran berani menyerang Amerika. 

"AS baru saja menghabiskan US$2 triliun untuk perlengkapan militer. Kami adalah yang paling besar dan sejauh ini adalah yang terbaik di dunia! Jika Iran menyerang markas AS, atau orang Amerika, kami akan mengirim beberapa perlengkapan baru ini ke mereka...dan tanpa ragu," cuit Trump melalui akun Twitter pribadinya, Minggu (5/1) seperti dilansir CNNIndonesia. 

Beberapa jam sebelum mengancam dengan senjata baru, Trump sempat menulis rangkaian unggahan di Twitter (thread) pascainsiden serangan udara pada Jumat (3/1).

Lewat serangan udara, Trump merasa AS telah memberikan sumbangsih yakni membersihkan dunia dari pemimpin teroris. Ini merujuk kematian Soleimani serta dan wakil komandan milisi Syiah Front Mobilisasi Rakyat (PMF), Abu Mahdi al-Muhandis.

"Biarkan ini berfungsi sebagai peringatan bahwa jika Iran menyerang orang Amerika, atau aset Amerika, kami telah menargetkan 52 situs Iran [mewakili 52 sandera Amerika yang diambil oleh Iran bertahun-tahun yang lalu]," lanjut Trump.

Sebelumnya,  di tengah suasana duka, pemimpin tertinggi Iran Ayatullah Ali Khamenei berjanji bakal membalas kematian Soleimani. Ini pun tak pelak menimbulkan rasa khawatir warga AS perihal kapan dan bagaimana serangan akan dilakukan Iran.

Tekad Iran untuk melakukan aksi balas dendam atas kematian Jenderal Garda Revolusi Iran Qassem Soleimani  dibuktikan dengan dikibarkannya bendera merah di Masjid Jamkaran. 

Bendera merah simbol balas dendam itu dikibarkan dengan seruan dari pengeras suara di Masjid Jamkaran yang menjadi masjid suci bagi Muslim Syiah. 

Akan tetapi melansir dari AFP, Departemen Keamanan Dalam Negeri AS merilis pernyataan bahwa "saat ini tak ada ancaman kredibel, spesifik terhadap negara." ****