Mantan Asisten Tipidum Kejati DKI Dituntut Enam Tahun Penjara

Bisma Rizal 21 Jan 2020, 03:24
Komisi Pemberantasan Korupsi (foto/int)
Komisi Pemberantasan Korupsi (foto/int)

RIAU24.COM -  JAKARTA- Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan terhadap mantan Asisten Tindak Pidana Umum Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Agus Winoto.

zxc1

Hal itu sebagaimana nota tuntutan yang dibacakan Jaksa KPK Wawan Yunarwanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (20/1/2020).

Agus adalah terdakwa kasus dugaan suap terkait kepengurusan tuntutan perkara yang ditangani Kejati DKI Jakarta.

"Agar Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini untuk menyatakan, satu, terdakwa Agus Winoto telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi," katanya.

zxc2

Hal yang memberatkan Agus adalah tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi dan menciderai citra institusi kejaksaan.

Sedangkan hal yang meringankan Agus berterus terang dan mengakui perbuatannya, menyesali perbuatannya dan merasa bersalah serta belum pernah dihukum.

Agus dianggap terbukti menerima suap Rp 200 juta dalam pecahan Rp 100.000 dari pengusaha sekaligus pihak yang berperkara bernama Sendy Pericho dan pengacaranya Alfin Suherman.

Uang itu diberikan melalui Kepala Subdirektorat Penuntutan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta saat itu, Yadi Herdianto.

Menurut Jaksa, pemberian ini dimaksudkan agar Agus menurunkan rencana tuntutan perkara yang melibatkan pihak Sendy Pericho dan koleganya Hary Suwanda serta Raymond Warung selaku pendiri Chaze Trade Ltd.

Menurut jaksa, pada awal Maret 2013, Sendy bersama Hary dan Raymond mendirikan perusahaan Chaze Trade Ltd tersebut.

Setelah beberapa bulan beroperasi, perusahaan Chaze Trade Ltd mengalami kerugian dan akhirnya ditutup dikarenakan Raymond Warung terjerat masalah hukum.

Pada 2 Juli 2014, Sendy Pericho melaporkan Hary Suwanda dan Raymond Rawung ke Direskrimum Polda Metro Jaya terkait dugaan penipuan dan penggelapan dana operasional Chaze Trade Ltd.

Oktober 2018, Polda Metro Jaya pun mengamankan Raymond dan Hary dan selanjutnya dilakukan penyidikan.

Sekitar awal tahun 2019, penyidik Polda Metro Jaya menyerahkan berkas perkara Hary dan Raymond ke Kejati DKI Jakarta.

Pada 6 Maret 2019, berkas perkara Raymond dan Hary dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Barat.

Seiring perkembangannya, jaksa Kejati DKI Jakarta bernama Arih Wira Suranta menginformasikan ke Alfin bahwa tuntutan pidana untuk Raymond dan Hary adalah 2 tahun penjara.

Karena dinilai terlalu tinggi, atas persetujuan Sendy, Alfin berkoordinasi dengan Kepala Seksi Kamnegtibum dan TPUL Kejati DKI Jakarta Yuniar Sinar Pamungkas.

Hal itu untuk mempercepat rencana tuntutan dan memberikan keringanan tuntutan. Alfin meminta tuntutan terhadap Raymond dan Hary adalah 1 tahun penjara.

Kemudian, muncul kesepakatan menyerahkan dokumen perdamaian dan uang Rp 200 juta ke Agus Winoto melalui Yadi.

Pada suatu waktu, Yadi menghubungi Yuniar yang sedang berada di ruangan Agus. Yuniar pun memerintahkan Yadi bertemu dengannya. Saat bertemu Yuniar, Yadi menyerahkan bungkusan plastik warna hitam ke Yuniar.

Yuniar pun memerintahkan Yadi untuk keluar dari ruangan Agus. Setelah Yadi Herdianto keluar, Agus membuka bungkusan plastik hitam tersebut di hadapan Yuniar Sinar Pamungkas yang berisikan uang Rp 200 juta.

Uang itu sebagai kompensasi untuk mengurus keringanan tuntutan. Menurut jaksa, Agus mengambil uang Rp 50 juta dan menyimpannya di lemari. Sedangkan sisanya Rp 150 juta dibawa oleh Agus ke dalam mobilnya.

"Kami berkesimpulan unsur menerima hadiah atau janji telah terbukti secara sah dan meyakinkan," kata jaksa.

Atas perbuatannya, Agus dianggap melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. (R24/Bisma)