Selamat dari Usaha Pembunuhan, Inilah Sosok Tangan Kanan Jenderal Soleimani Yang Ditakuti Amerika

Satria Utama 21 Jan 2020, 04:55
Abdul Reza Shahlai. FOTO/Al Arabiya
Abdul Reza Shahlai. FOTO/Al Arabiya

RIAU24.COM -  WASHINGTON -  Meski tidak setenar Mayor Jenderal Soleimani,  nama Abdul Reza Shahlai termasuk sosok berpengaruh di Garda Revolusi Iran (IRGC). Shahlai diketahui adalah tangan kanan Soleimani yang juga ditakuti Amerika. 

Seperti dilansir Al Arabiya, Shahlai juga merupakan target serangan Amerika Serikat (AS) yang menewaskan Soleimani di Bagdad, Irak. Dia adalah komandan paling senior Iran di Yaman dan memiliki rekam jejak pembunuhan.

Sebelum mengambil perannya sebagai komandan militer Iran di Yaman, Shahlai dilaporkan terlibat dalam serangan terhadap pasukan AS di Irak pada 1990-an dan juga berencana untuk membunuh Menteri Negara Urusan Luar Negeri Saudi, Adel al-Jubeir, ketika ia menjadi Duta Besar untuk AS pada tahun 2011.

Abdul Reza Shahlai  lahir di provinsi Kermanshah pada tahun 1957. Ia bergabung dengan IRGC pada tahun 1980, bersamaan dengan Soleimani, pada awal perang Iran-Irak. Setelah perang berakhir pada tahun 1988, ia bergabung dengan Pasukan Quds, di mana ia juga menggunakan nama Haji Yusuf.

Detail tentang aktivitas Shahlai di Pasukan Quds jarang diketahui, karena organisasi ini sangat tertutup. Tidak disebutkan tentang Shahlai di media pemerintah Iran, dan gambar-gambarnya jarang dirilis.

Shahlai pertama kali dikirim ke Irak, di mana ia dilaporkan terlibat dalam mengatur serangan terhadap pasukan AS di negara itu melalui milisi Jaysh al-Mahdi (JAM).

Menurut AS, Shahlai memasok sel-sel militer JAM dengan senjata termasuk roket Katyusha dan peledak C-4 untuk melakukan serangan. Shahlai diduga merencanakan serangan JAM yang menewaskan lima tentara AS di Karbala pada 20 Januari 2007.

Pada 2008, Departemen Keuangan AS memasukan Shahlai dalam daftar teroris di bawah Perintah Eksekutif (E.O.) 13438 karena mengancam perdamaian dan stabilitas Irak dan Pemerintah Irak.

Penunjukan itu juga merujuk koneksi Shahlai ke Hizbullah yang didukung Iran di Lebanon. Shahlai dilaporkan memfasilitasi pelatihan Hizbullah untuk militan JAM di Irak, termasuk mengajari para militan bagaimana menargetkan pesawat terbang dengan roket.

Pada 2011, Shahlai mendapat sanksi dari AS atas dugaan keterlibatannya dalam komplotan untuk membunuh al-Jubeir. Menurut Departemen Keuangan AS, Shahlai menggunakan posisinya sebagai pejabat Pasukan Quds untuk mengoordinasikan komplotan untuk membunuh al-Jubeir saat ia berada di AS.

Setelah itu, Shahlai menjadi komandan penting Pasukan Quds di Yaman, tempat Iran mendanai, memerintah, dan memasok milisi Houthi dalam perjuangannya melawan pemerintah yang diakui PBB. Dia menjadi pemodal utama bagi Houthi. Houthi mengambil alih Sanaa dari pemerintah yang diakui PBB pada tahun 2015 dan telah berperang melawan Koalisi Arab, termasuk menembakkan roket ke Saudi pada berbagai kesempatan.

Tahun lalu, AS mengeluarkan permohonan untuk informasi tentang Shahlai dan aktivitasnya di Yaman. Pada bulan Desember, Perwakilan Khusus AS untuk Iran. Brian Hook mengumumkan bahwa Departemen Luar Negeri AS menawarkan hadiah USD 15 juta untuk informasi tentang keberadaan Shahlai atau kegiatan keuangannya, jaringan dan rekannya di Yaman dan wilayah tersebut.

"AS sangat prihatin dengan kehadirannya di Yaman dan potensi perannya dalam menyediakan persenjataan canggih seperti yang telah kami larangankan kepada Houthi," kata Hook seperti dilansir Sindonews.

AS tampaknya memperoleh informasi tentang keberadaan Shahlai ketika berusaha membunuhnya dalam serangan pada 3 Januari 2020. Namun, sayangnya usaha AS tersebut menemui kegagalan.***