Ngabalin Akui 'Incar' Kebijakan Susi Soal Larangan Ekspor Benih Lobster, Ternyata Pengamat Sudah Duluan Ungkap Hal Ini

Siswandi 24 Jan 2020, 11:35
Susi Pudjiastuti -Ali Mochtar Ngabalin
Susi Pudjiastuti -Ali Mochtar Ngabalin

RIAU24.COM -  Mantan Tenaga Ahli Kedeputian IV Kantor Staf Presiden (KPS) Ali Mochtar Ngabalin, saat ini telah resmi ditunjuk menjadi pembina Komisi Pemangku Kepentingan dan Konsultasi Publik di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), guna mendukung Menteri Kelautan dan Perikanan Eddy Prabowo.

Usai dilantik, secara terang-terangan ia mengaku mendapatkan amanat khusus. Yakni, menyisir sekitar 24 peraturan menteri (permen) dari total 28 permen yang dibuat pada zaman Susi Pudjiastuti. Menurut Ngabalin, banyak kebijakan yang tertuang dalam permen tersebut dinilai 'bermasalah' dan merugikan kepentingan nelayan serta masyarakat luas.

Salah satunya, adalah terkait larangan ekspor benih lobster. Begitu pula terkait nelayan yang terbentur aturan tidak boleh mencari ikan dengan kapal yang telah dibangun sendiri, hingga aturan penangkapan ikan di zona ekonomi ekslusif.

"Ini kan masalah bagi nelayan. Organisasi ini yang bisa mengkomuniksikan kepentingan nelayan ke kementerian. Itulah yang presiden harapkan. Jadi ini adalah perintah presiden yang hendak dijalankan oleh KKP," ujarnya di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Kamis 23 Januari 2020. 

"Dari semua permen-permen itu, pasal mana dan ayat mana yang ada masalah. Dibikin daftar masalahnya, kemudian didiskusikan," ujarnya lagi, dilansir republika.

Ekspor Meningkat
Beberapa waktu lalu, pengamat ilmu kelautan, Suhana mengungkapkan fakta, bahwa ekspor lobster Indonesia justru mengalami peningkatan setelah adanya regulasi yang dikeluarkan Menteri Kelautan dan Perikanan periode 2014-2019, Susi Pudjiastuti. Regulasi itu melarang benih lobster untuk diekspor.

Sesuai data yang diolah dari TradeMap 2019, ditemukan bahwa nilai ekspor lobster terus meningkat. Dari 7,09 juta dolar AS pada 2015, menjadi 14,84 juta dolar pada 2016, kemudian 17,31 juta dolar pada 2017, dan 28,45 juta dolar pada 2018.

Selain itu, ungkap Suhana, dalam periode 2010-2016 rata-rata sekitar 96,91 persen produksi lobster Indonesia bersumber dari perikanan tangkap. Ia menambahkan, hanya 3,09 persen yang berasal dari perikanan budidaya, serta sampai saat ini pasokan benih lobster untuk budidaya masih bersumber dari penangkapan di alam.

"Pemerintah harus belajar dari hilangnya benih nener (bandeng) di alam pascabanyaknya benih nener ditangkap nelayan. Dalam 30 tahun terakhir ini benih nener hilang di alam. Untungnya benih nener sudah bisa dibenihkan secara buatan sehingga pasokan bandeng masih tersedia dari budidaya. Nah benih lobster sampai saat ini belum bisa dibenihkan secara buatan," terangnya lagi. 

Sementara itu, Menteri Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo, saat memperkenalkan 22 pejabat Penasihat Menteri dan Komisi Pemangku Kepentingan dan Konsultasi Publik Kelautan dan Perikanan, mengatakan, pengangkatan para pejabat itu dilakukan agar langkah KKP membangun sektor kelautan dan perikanan tidak salah arah. 

Pihaknya berharap, ke depan kebijakan yang dikeluarkan KKP adalah kebijakan yang didasarkan atas kajian-kajian ilmiah, kajian-kajian akademis serta berdasarkan budaya nusantara.

"Bukan kebijakan atas balas dendam karena kita punya dendam dengan seseorang sehingga kebijakan kita harus berlawanan," ujarnya lagi. ***