LSM Riau Bersatu Desak Polisi Usut Provokator Kerusuhan di Pangkalan Gondai

Satria Utama 5 Feb 2020, 20:09
Robert Hendriko
Robert Hendriko

RIAU24.COM -  PEKANBARU - Ketua Forum LSM Riau Bersatu, Ir Robert Hendriko meminta aparat penegak hukum agar menyelidiki pihak-pihak yang ikut memprovokasi hingga memicu terjadinya bentrokan di Desa Pangkalan Gondai Pelalawan.

Apalagi kerusuhan itu mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit. Dua unit alat berat milik perusahaan dibakar dan 1 unit mobil double cabin dirusak. Selain itu sejumlah aparat yang melakukan pengamanan juga mengalami luka-luka akibat dilempar oleh massa.

" Sekarang 2 alat berat dibakar, mobil di rusak, ada aparat yang luka, begitu juga kabarnya dari pihak massa. Selain itu juga ada wartawan yang menjadi korban kekerasan. Kalau tidak ada yang memprovokasi, saya yakin situasinya tidak akan begini," papar Ketua Umum LSM Riau Bersatu Robert Hendriko didampingi Sekretaris Hasanul Arifin dan Bendahara Alek Sumbowo kepada wartawan, Rabu (05/02/20) sore tadi.

Robert Hendriko mengaku prihatin dengan kerusuhan yang terjadi pasca pelaksanaan putusan Mahmakah Agung nomor nomor 1087/Pid.Sus.LH/2018 tanggal 17 Desember 2018 tentang perintah eksekusi 3.323 hektar lahan di Desa Pangkalan Gondai Kabupaten Pelalawan Propinsi Riau.

" Kita minta aparat bersikap tegas, dan menangkap pihak yang ikut memprovokasi. Jika semua pihak taat pada putusan hukum, tidak seharusnya ada keributan. Putusan MA itu sudah jelas. Lahan 3.323 hektar itu masuk dalam kawasan PT NWR berdasarkan izin yang diterbitkan Menhut," tegas Robert Hendriko.

Menyangkut adanya kebun plasma PT Peputra Supra Jaya (PSJ) yang dikelola masyarakat kelompok tani maupun koperasi di atas lahan yang masuk dalam putusan eksekusi, Robert Hendriko secara tegas menyebutkan itu menjadi tanggungjawab PSJ sebagai bapak angkat. Pasalnya, perusahaan itu yang menjadikan kawasan hutan sebagai kebun plasma mereka.

" Jadi jangan malah dibalik, seolah-olah perusahaan pemilik izin yang salah. Ini murni keteledoran PT PSJ, sekaligus kelalaian dari kelompok tani maupun koperasi yang tidak mempelajari status lahan yang mereka tanami. Kalau sekarang timbul persoalan, semestinya PT PSJ yang mereka kejar," jelas Robert Hendriko.

Lebih lanjut disampaikan Robert Hendriko, sebagai warga negara yang baik tentunya harus tunduk dan taat dengan peraturan yang berlaku di negeri ini. Dalam aturan secara tegas menyebutkan, bahwa kawasan hutan tidak boleh diperjualbelikan dan  dijadikan lahan perkebunan.

" Kalau keputusan mengembalikan fungsi kawasan hutan justru mereka tantang, dimana semangat penyelamatan hutan di Riau. Kita juga mengingatkan pihak perusahaan agar tidak menjadikan masyarakat sebagai tameng dari penguasaan lahan secara ilegal," ujar Robert Hendriko.

Menurut informasi yang dihimpun, dari 3.323 hektar lahan yang dieksekusi melalui putusan Mahkamah Agung itu, kabarnya kurang lebih 1.300 hektar dijadikan PT Peputra Supra Jaya sebagai kebun plasma yang diserahkan kepada masyarakat melalui koperasi. 

Sementara mengacu pada Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 26/2007 Pasal 11 ayat (1) menyebutkan, perusahaan perkebunan memiliki IUP atau IUP-B, wajib membangun kebun untuk masyarakat sekitar paling rendah seluas 20 persen dari total luas areal kebun perusahaan dan tidak dibenarkan membangunnya dalam kawasan hutan, baik kebun inti maupun kebun plasma.

Setakat ini belum diketahui secara jelas tentang Perjanjian Kepesertaan Masyarakat dalam KKPA dengan PT PSJ. Namun yang pasti, Setelah melalui proses hukum dan peradilan, akhirnya Mahkamah Agung menerbitkan surat perintah eksekusi. 

Masyarakat yang sudah belasan tahun menjadi anak angkat PT Peputra Supra Jaya dan menanam sawit di kebun plasma akhirnya ikut menjadi korbannya. Tidak hanya itu, Putusan MA tersebut juga berdampak ke pihak Perbankan yang memberikan kredit KKPA.

Berdasarkan kajian Pansus DPRD Riau tahun 2017, terdapat 1,8 juta hektare kebun sawit Ilegal. Sedangkan menurut kajian KPK sebanyak 1,2 Juta hektare kebun sawit itu berada di dalam kawasan hutan yang dalam aturannya tidak dapat diperuntukkan bagi kebun sawit. Salah satu perusahaan yang masuk dalam daftar kajian Tim Pansus termasuk PT Peputra Supra Jaya.***