Ngeri, Kota Wuhan Diselimuti Asap Tebal, Diduga Akibat Pembakaran Mayat Korban Virus Corona

Siswandi 10 Feb 2020, 11:28
Ilustrasi
Ilustrasi

RIAU24.COM -  Masyarakat Kota Wuhan di China, saat ini dikagetkan dengan munculnya kabut asap lumayan tebal, yang menyelimuti kota tempat asal muasal wabah virus Corona tersebut. Banyak warga berspekulasi bahwa asap itu berasal dari krematorium yang membakar jasad korban virus Corona. Karena itu pula, warga menduga jumlah korban tewas karena virus Corona sebenarbta jauh lebih banyak daripada laporan resmi pemerintah.

Dilansir dream dari daily star, dalam video rekaman yang viral di media sosial China, tampak Kota Wuhan penuh dengan kabut. Warga menduga asap itu berasal dari aktivitas di sejumlah rumah pembakaran mayat (krematorium) korban virus Corona yang 'beroperasi 24 jam .

Salah satu pengguna media sosial Twitter bahkan menulis, " Insenerator bekerja 24 jam sehari"
Netizen lain menulis, " Dibutuhkan 1-3 untuk membakar mayat, itu membakar 112-336 mayat sehari."
" Jumlah korban tewas pasti jauh lebih tinggi daripada yang dilaporkan," kicau netizen lainnya.

Namun seperti banyak kota di China lainnya, Kota Wuhan juga menjadi wilayah dengan polusi yang tinggi. Selain itu, tidak ada bukti kuat untuk mengonfirmasi bahwa asap tersebut berasal dari krematorium pembakaran mayat.

Dugaan netizen itu bukan tak beralasan. Sebab, asap pekat itu muncul hanya sehari setelah Komisi Kesehatan Nasional China memerintahkan jasad terinfeksi Corona harus dibakar. Mayat-mayat korban virus Corona tidak boleh dimakamkan karena dikhawatirkan bisa menularkan penyakit.

Cegah Penyebaran Virus 
Sementara itu, Otoritas kesehatan China NHC mewajibkan jenazah pasien virus Corona Wuhan untuk dikremasi. Langkah ini dilakukan sebagai upaya mencegah persebaran virus.

Akibatnya, keputusan berdampak juga pada aktivitas di rumah duka. Seorang pekerja krematorium di Wuhan, Yun, mengungkap dalam sehari bisa mengkremasi 100 jenazah.

"Sejak 28 Januari lalu, 90 persen pekerja kami bekerja 24 jam dalam 7 hari. Kami tidak bisa pulang. Kami benar-benar butuh lebih banyak tenaga kerja," katanya yang dirangkum detik dari daily star.

Tingginya beban kerja juga berdampak pada pola hidup sehari-hari. Para pekerja di krematorium sering terlambat makan dan minum demi penghematan karena pakaian pelindungnya tidak bisa dipakai lagi setelah dilepas. ***