Penyerang Novel Baswedan Hanya Dijerat Pasal Pengeroyokan, Kuasa Hukum Sebut Penyidikan Polisi Penuh Kejanggalan

Siswandi 27 Feb 2020, 10:06
Novel Baswedan yang penglihatannya terganggu setelah terkena siraman air keras. Foto: int
Novel Baswedan yang penglihatannya terganggu setelah terkena siraman air keras. Foto: int

RIAU24.COM -  Tim Advokasi penyidik KPK Novel Baswedan, akhirnya angka suara terkait proses penyidikan dalam perkara penyiraman air keras terhadap kliennya itu. Pasalnya, banyak hal yang dinilai janggal, sehingga tim advokasi Novel menilai pihak Kepolisian tidak profesional dalam melaksanakan tugasnya. 

Apalagi, kedua tersangka pelaku penyiraman air keras itu hanya dikenakan pasal 170 KUHP alias pengeroyokan, sehingga dinilai terlalu ringan.

Seperti dilontarkan anggota Tim Advokasi Novel, Alghiffari Aqsa, pihaknya melihat ada sejumlah kejanggalan selama proses penyidikan, yang disebut Komnas HAM sebagai bentuk abuse of process. 

"Di antaranya barang bukti yang hilang atau berkurang, yaitu cangkir dan botol yang diduga digunakan pelaku sebagai alat yang menyiram tidak disimpan dan didokumentasikan dengan baik," lontarnya, dalam siaran pers, Selasa (26/2/2020) tadi malam. 

Dilansir kompas, berdasarkan hal itu, pihaknya menilai polisi memunculkan kesan tidak terdapat bukti. Tak hanya itu, rekaman CCTV, data pengguna telepon dan saksi-saksi, juga tidak seluruhnya diambil dan didengar keterangannya. 

Selain itu, tambah Alghiffari, Polisi juga tidak menjelaskan hubungan kedua tersangka yang telah ditangkap dengan bukti-bukti yang didapat pada periode awal penyidikan. 

"Misalnya, hubungan terduka pelaku yang ditangkap dengan sketsa dan keterangan-keterangan primer saksi-saksi serta temuan Tim Satgas Gabungan Bentukan Kapolri 2019," ungkapnya.

Pasal Terlalu Ringan 
Secara khusus, pihaknya mempersoalkan Pasal 170 KUHP atau pasal pengeroyokan yang dikenakan kepada kedua tersangka. Pihaknya merasa aneh, karena pasal itu dinilai terlalu ringan. 

Padahal, terdapat fakta-fakta yang mengindikasikan bahwa penyerangan itu terkait dengan pekerjaan Novel sebagai penyidik KPK. Selain itu, ada indikasi tujuan aksi kekerasan itu adalah mematikan, melumpuhkan, menimbulkan luka berat terhadap Novel. Selaini itu, aksi itu juga diduga kuat dilakukan secara terencana.

"NB (Novel) sebagai korban juga telah menekankan bahwa penyiraman air keras tidak haknya melukai wajah dan mata tetapi juga masuk ke hidung dan mulut sehingga tidak bisa bernafas seketika dan hampir kehilangan kesadaran," kata Alghiffari. 

Berdasarkan sejumlah kejanggalan itu, Tim Advokasi Novel mengajukan sejumlah tuntutan. 

Di antaranya, menuntut Kapolri memerintahkan Divisi Propam Mabes Polri melakukan pemeriksaan untuk menindaklanjuti temuan Komnas HAM mengenai abuse of process yang dilakukan penyidik Polri. 

Pihaknya juga menuntut Kompolnas turut mengawal dan melakukan pemeriksaan tersendiri guna menindaklanjuti temuan Komnas HAM tersebut. 

Sedangkan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta dituntut untuk meninjau ulang proses prapenuntutan perkara ini dengan memperhatikan temuan-temuan kejanggalan dan temuan Komnas HAM. 

"(Kami menuntut) Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta mengadakan prapenuntutan dengan memeriksan ulang keterangan saksi-saksi dan bukti-bukti serta fakta-fakta lain yang menjadi kunci pengungkapan perkara penyerangan terhadap NB (Novel) sebagai Penyidik KPK," kata Alghiffari. 

Seperti dilansir media massa sebelumnya, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menyatakan berkas penyidikan dua tersangka penyerang Novel Baswedan lengkap atau P21. 

Hal itu diungkapkan Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Argo Yuwono melalui aplikasi pesan singkat, Selasa (25/2/2020).  "Pada hari Selasa, tanggal 25 Februari 2020, berkas perkara atas nama tersangka RKM dan berkas perkara atas nama tersangka RB dinyatakan sudah lengkap (P21)," kata Argo. 

Seperti diketahui, kedua tersangka dalam kasus ini adalah dua orang polisi aktif berinisial RB dan RM. Keduanya diamankan di Cimanggis, Depok, Kamis (26/12/2019) lalu. 

Novel menjadi korban aksi penyiraman air keras oleh orang tak dikenal pada 11 April 2017 silam. Penganiayaan itu dialami setelah usai menunaikan salat Subuh di Masjid Al Ihsan, yang lokasinya tak begitu jauh dari rumahnya di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara. 

Akibat penyerangan itu, Novel mengalami luka pada matanya sehingga membuat penglihatannya jadi terganggu. ***