Gelombang PHK dan Efektifitas Kartu Pra Kerja

Bisma Rizal 9 Mar 2020, 16:34
Fenomena gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akan terus berlangsung seiring dengan melambannya laju perekonomian (foto/int)
Fenomena gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akan terus berlangsung seiring dengan melambannya laju perekonomian (foto/int)

RIAU24.COM - JAKARTA- Fenomena gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akan terus berlangsung seiring dengan melambannya laju perekonomian.

Contohnya, pada pertengahan Februari 2020 PT Indosat Tbk merumahkan  677 karyawannya. Kemudian, produsen es krim AICE, PT Alpen Food Industry (AFI) di mana sebanyak 300 buruh mendapatkan surat PHK.

Menurut Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Pieter Abdullah, gelombang PHK ini akan terus berlangsung. Karena melambannya laju ekonomi baik global maupun dalam negeri. Ditambah lagi dengan merebaknya virus Corona.

zxc1

Untuk itu dibutuhkan langkah yang sigap dari pemerintah untuk mengatasi hal tersebut. Salah satunya  dengan menahan melambatnya laju ekonomi.

"Jadi berapa lamanya ini akan terjadi semuanya tergantung bagaimana mengatasinya," katanya saat dihubungi wartawan, Jakarta, Senin (9/3/2020).

Sedangkan yang terjadi saat ini, kata Pieter, pemerintah sepertinya membiarkan terjadinya gelombang PHK. Seperti dikeluarkannya kebijakan kartu pra kerja. "Seharusnya yang dilakukan pemerintah bukan memberikan kartu-kartu. Kalau itu sifatnya mereka dibiarkan kena PHK," katanya.

zxc2

Melainkan melakukan pencegahan agar perusahaan-perusahaan tidak semakin banyak melakukan PHK. Hal itu bisa dilakukan dengan cara menahan perlambatan laju ekonomi.

"Yang harus dilakukan pemerintah itu adalah mencegah menyebarnya PHK. Caranya menahan perlambatan ekonomi. Jika pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan turun kisaran 5 persen jadi 4 persen. Jangan sampai itu turun lagi di bawah 4 persen," jelasnya.

Bila ternyata turun kembali di bawah 4 persen maka akan banyak lagi yang di PHK. "Turun lagi 3 persen akan banyak lagi yang di PHK," sebutnya.

Sementara itu, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Ahmad Heri Firdaus mengatakan Indonesia sedang mengalami masa-masa sulit.

"Sejak tahun lalu sebelum corona masuk ini ekonomi sedang menunjukkan gejala-gejala perlambatan, ditambah lagi corona. Untuk itu kita harus keluar dari masa-masa sulit ini," sebutnya.

Untuk itu, ia berpesan agar pemerintah membuat kebijakan yang inovatif. Tidak hanya jangka pendek, melainkan juga kebijakan jangka panjang agar jika ini terulang ekonomi Indonesia tidak terpukul.

"Kebijakan yang ditempuh harus inovatif nggak bisa sekadar kasih stimulus, insentif, tapi juga jangka panjang. Supaya besok-besok kalau ada wabah-wabah virus lagi kita nggak terpukul," sarannya.

Kemudian ketika ditanya soal kebijakan kartu pra-kerja, Heri menyebutkan, belum teruji apakah efektif atau tidak.

"Karena kalau PHK dapat Kartu Pra Kerja itu ada jaminan nggak setelah dia tidak memegang Kartu Pra Kerja bakal mendapat kerja yang layak? Artinya efektivitasnya belum teruji," kata Heri.

Kartu Pra Kerja, kata Heri, juga akan memberikan beban anggaran yang lebih kepada pemerintah. Sebab, makin banyak yang pakai Kartu Pra Kerja maka makin tinggi anggarannya.

"Belum lagi nanti angkatan kerja baru mereka mau megang Kartu Pra Kerja juga, ditambah lagi nanti yang kena PHK mau pegang Kartu Pra Kerja juga. Akibatnya beban pemerintah makin besar," sebutnya. (R24/Bisma)