Divonis 8 Tahun di Pengadilan Tipikor, Mantan Dirut Pertamina Divonis Bebas di MA

Siswandi 10 Mar 2020, 17:01
Karen Setiawan
Karen Setiawan

RIAU24.COM -  Mahkamah Agung (MA) memutuskan untuk melepaskan mantan Direktur Utama Pertamina Karen Galaila Agustiawan, dari segala tuntutan hukum yang ditujukan kepadanya. Sebelumnya, Karen divonis 8 tahun penjara, terkait kebijakan Pertamina dalam Participating Interest (PI) atas Lapangan atau Blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia tahun 2009.

Menurut Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro, putusan terhadap vonis Karen ini dibacakan pada Senin (9/3/2020) kemarin 

"Majelis hakim kasasi MA yang menangani perkara Karen Agustiawan pada Senin menjatuhkan putusan dengan amar putusan antara lain melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum," ungkapnya, Selasa 10 Maret 2020, dilansir kompas. 

Majelis hakim kasasi yang menangani perkara Karen terdiri dari Suhadi sebagai Ketua Majelis, didampingi hakim anggota Krisna Harahap, Abdul Latif, Mohammad Askin, dan Sofyan Sitompul. 

Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyatakan, apa yang dilakukan Karen merupakan business judgment rule dan perbuatan itu bukan merupakan tindak pidana. 

"Menurut majelis hakim, putusan direksi dalam suatu aktivitas perseroan tidak dapat diganggu gugat oleh siapa pun. Kendati putusan itu pada akhirnya menimbulkan kerugian bagi perseroan, tetapi itu merupakan risiko bisnis," tutur Andi. 

Merujuk hal ini, kata Andi, majelis hakim juga mempertimbangkan karakteristik bisnis yang sulit untuk diprediksi (unpredictable) dan tidak dapat ditentukan secara pasti. 

Sebelumnya, Karen divonis 8 tahun penjara oleh majelis hakim dalam Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada 10 Juni 2019. Karen juga dihukum membayar denda Rp 1 miliar subsider 4 bulan kurungan. 

Dalam pertimbangan, majelis hakim menyatakan Karen terbukti mengabaikan prosedur investasi yang berlaku di PT Pertamina dan ketentuan atau pedoman investasi lainnya dalam Participating Interest (PI) atas Lapangan atau Blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia tahun 2009. 

Karen telah memutuskan melakukan investasi PI di Blok BMG Australia tanpa melakukan pembahasan dan kajian terlebih dulu. Karen dinilai menyetujui PI tanpa adanya due diligence serta tanpa adanya analisis risiko yang ditindaklanjuti dengan penandatanganan Sale Purchase Agreement (SPA). 

Selain itu, menurut hakim, penandatanganan itu tanpa persetujuan dari bagian legal dan Dewan Komisaris PT Pertamina. Menurut hakim, perbuatan Karen itu telah memperkaya Roc Oil Company Ltd Australia. Kemudian, sesuai laporan perhitungan dari Kantor Akuntan Publik Drs Soewarno, perbuatan Karen telah merugikan negara Rp 568 miliar. 

Majelis hakim menetapkan, Karen terbukti melanggar Pasal 3 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. 

Atas putusan itu, Karen mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Akan tetapi, bandingnya ditolak. Pengadilan Tinggi memperkuat putusan pengadilan tingkat pertama. Karen kemudian mengajukan kasasi ke MA. 

Untuk diketahui, Karen menjadi terdakwa kedua yang diputus bebas dalam kasus ini. Sebelumnya, MA sudah memvonis bebas Direktur Keuangan Pertamina Frederick ST Siahaan. MA menyatakan, Frederick terbukti melakukan perbuatan seperti yang didakwakan penuntut umum. Namun, perbuatan tersebut bukan tindak pidana. ***