Suami Mencium Bibir Istri, Puasanya Batal?

Riki Ariyanto 12 May 2020, 15:12
Suami Mencium Bibir Istri, Puasanya Batal? (Foto/int)
Suami Mencium Bibir Istri, Puasanya Batal? (Foto/int)

RIAU24.COM -  Saat ini umat Islam tengah menjalankan ibadah wajib puasa di bulan Ramadhan. Selain menahan haus dan lapar, seorang muslim juga diminta tidak melakukan hal-hal yang dapat membatalkan puasa.

Salah satu yang bisa membatalkan puasa yaitu berhubungan suami-istri. Lalu jika cuma mengungkapkan rasa sayang dengan cium pipi atau bibir istri, apakah puasanya batal?

zxc1

Dilansir dari Tirto, ada sebuah riwayat, menjelaskan boleh saja seseorang suami yang berpuasa mencium istrinya. Tetapi dengan catatan ciuman suami ke istri itu tidak menimbulkan syahwat nafsu. 

Artinya: "Kadang-kadang Rasulullah saw. mencium sebagian istri-istrinya, padahal beliau sedang berpuasa, kemudian Aisyah tertawa" (H.R. al-Bukhari 1793 dan Muslim 1851).

Jika berpedoman keterangan hadis tersebut, maka bagi ciuman suami ke istri saat sama-sama berpuasa tidak membatalkan puasanya, dengan syarat tidak disertai syahwat. 

zxc2

Ada juga hadis lain yang juga diriwayatkan oleh imam al-Bukhari menyebutkan bahwa Aisyah berkata sebagai berikut.

Artinya: "Rasulullah saw. mencium dan mencumbu (dengan istrinya), padahal beliau sedang berpuasa. Namun beliau adalah orang yang paling kuat menahan syahwatnya di antara kamu sekalian". (Hadits Shahih, riwayat al-Bukhari 1792 dan Muslim 1854, teks hadis riwayat al-Bukhari).

Dari dua hadis di atas menerangkan tentang perkara berciuman bagi suami-istri yang tidak serta merta membatalkan puasa. Hanya saja, ada baiknya dihindari, sebab bisa memancing keduanya untuk bertindak lebih jauh, juga demi menghormati puasa (shiyam) yang berarti menahan.

Dalam "Mencium Istri Ketika Puasa", para ulama menggolongkan ciuman sebagai perbuatan makruh dalam puasa, dengan catatan ciuman itu membangkitkan syahwat (Al-Majmu’ Syarh Muhaddzab, VI. 354, Mughni al-Muhtaj, I, 431-436).

Ada dua pendapat tentang ini, yaitu bisa masuk sebagai golongan makruh tahrim (makruh yang jika dilakukan mendapatkan dosa) atau makruh tanzih (jika dilakukan tidak mendapatkan dosa). Hanya saja, dengan melihat perilaku ini sebagai makruh, sebaiknya untuk bisa menghindarinya.