Blak-blakan, UAS Mengaku Harus Membayar Mahal Karena Dukung Prabowo

Riko 5 Jun 2020, 19:26
Foto (istimewa)
Foto (istimewa)

RIAU24.COM - Da'i kondang Ustaz Abdul Somad (UAS) mengaku tidak kecewa Prabowo Subianto masuk kabinet Jokowi pasca kalah pada Pilpres kemarin. UAS mengatakan ada beberapa alasan dirinya tidak kecewa atas keputusan Prabowo tersebut. 

"Pertama saya tidak menjadi fans orang. Tapi ide dan gagasan sehingga saya tidak kecewa, karena gagasan akan diperjuangkan oleh siapapun, "kata UAS saat melakukan livestreaming dengan pengamatan hukum Tata negara Refly Harun di akun Facebook UAS dengan tema ulama dalam pusaran politik Indonesia. Jumat 5 Juni 2020.

Kemudian alasan kedua lanjut UAS, bahwa dirinya tidak berfikir sendiri dan berijtihat sendiri memilih Prabowo tapi mendengarkan fatwa ulama yang zahir yang melihat dengan analisa, dan ulama yang bathin yang mendapatkan ilham dari kejernihan hati itu. 

"Jadi mereka yang menyuruh saya dan ketika saya sampaikan dengan segala macam konsekuensinya saya terima lalu terjadi apa yang terjadi tidak ada kekecewaan sedikitpun karna itu adalah yang saya lakukan, agar umat tidak menyalahkan saya dimasa yang akan datang dan agar saya juga bersikap dan tidak abu-abu," ujar dai asal Riau itu. 

Tapi lanjut UAS dibalik keputusan itu menang ada harga mahal yang harus dibayar seperti bully, kebencian dan putus persahabatan. 

"Termaksud dilarang ceramah sana sini, " tanya Refly kepada UAS yang mengiyakan. 

UAS menceritakana bahwa selama pilpres kemarin memang banyak jadwal ceramah dan tablig akbarnya dibatalkan mendadak oleh beberapa pihak. Ia mencontohkan yang dilakukan salah satu BUMN yang membatalkan tablik akbar 2 jam sebelum acara padahal sudah menyiapkan 3 ribu nasi kota. 

"Selain itu ada BUMN yang mengundang saya setahun sebelumnya untuk ulang tahun tapi dibatalkan seminggu sebelum hari H, dan ada juga yang siap-siap untuk umroh bersama saya 600 orang sudah siap semuanya tapi dibatalkan," kenang dai lulus S3 Sudan itu. 

Menurut UAS, dirinya bukan penjahat atau tokoh perlawanan yang mengangkat senjata. Tapi walau bagaimanapun apa yang sudah terjadi merupakan keputusan yang harus diterima. 

Pada kesempatan itu, UAS juga menanyakan kepada Refly harun soal perlakuan yang diterimanya bagaimana menurut hukum tata negara. 

"Itu Perlakuan diskriminatif  dan tidak equality before the law, yaitu setiap negara berkedudukan sama dalam pemerintahan, artinya perlakuanya harus sama baik baik kubu 01 dan 02," beber Refly.