Dikenal Kejam dan Diktator, Presiden Negara Paling Miskin di Dunia Ini Meninggal Dunia Secara Mendadak

Satria Utama 10 Jun 2020, 09:22
Pierre Nkurunziza
Pierre Nkurunziza

RIAU24.COM -  Presiden Burundi, Pierre Nkurunziza, 55 tahun, diumumkan telah meninggal dunia karena serangan jantung. Kabar meninggalnya Pierre disampaikan Pemerintah Burundi melalui unggahan di Twitter pada Selasa, 9 Juni 2020.

Situs aljazeera.com mewartakan Presiden Nkurunziza menghadiri sebuah pertandingan bola voli pada Sabtu sore, 6 Juni 2020. Namun tak lama, dia dilarikan ke rumah sakit sore itu setelah mengeluh sakit. Pada hari Minggu, dia tampak sudah baikan dan sudah bisa berbicara pada orang-orang di sekitarnya.

Akan tetapi, pada Senin pagi, 8 Juni 2020, kondisi tubuhnya tiba-tiba memburuk. Dia lalu mengalami serangan jantung dan meskipun sudah dilakukan upaya resusitasi, tim dokter tak bisa menyelamatkannya. Nkurunziza meninggal di sebuah rumah sakit di Karuzi, wilayah timur Burundi.

Pemerintah Burundi menyatakan akan diterapkan masa berkabung nasional selama tujuh hari terhitung mulai Selasa, 9 Juni 2020. Bendera setengah tiang akan dikibarkan.         

Burundi merupakan sebuah negara tanpa laut di daerah Danau Besar di tengah benua Afrika. Negara ini berbatasan dengan Rwanda di utara, Tanzania di selatan dan timur serta Republik Demokratik Kongo di barat.

Sejak merdeka pada tahun 1962 hingga pemilu pada tahun 1993, Burundi dikuasai serangkaian diktator militer, seluruhnya dari kelompok suku minoritas Tutsi. Periode tersebut dipenuhi kerusuhan etnis termasuk kejadian-kejadian besar pada tahun 1964, 1972 dan akhir 1980-an.

PBB bahkan mencatatkan Burundi sebagai negara paling tidak bahagia di dunia. Burundi nyatanya juga masuk ke dalam tiga besar negara paling miskin di dunia bersama Kongo dan Republik Afrika Tengah. Dari data yang disusun IMF, rata-rata pendapatan per kapita Burundi hanya $818. Sangat jauh kalau dibandingkan dengan Indonesia yang mencatatkan angka $11.126. Dan makin jauh pula dengan Qatar yang memiliki pendapatan per kapita sebesar $132.009.

Kesedihan rakyat Burundi juga disebabkan seringnya terjadi aksi genosida atau pembunuhan massal. Krisis Burundi bermula pada bulan April 2015 ketika Presiden Pierre Nkurunziza mencoba untuk mencalonkan lagi sebagai presiden untuk yang ketiga kalinya.

Langkah ini jelas melanggar konstitusi Burundi yang mengatakan bahwa presiden hanya bisa menjabat 2 kali 5 tahun. Namun protes penolakan ini ditanggapi pemerintah dengan pembunuhan berdarah dingin. Upaya kudeta muncul, tapi gagal. Maka selanjutnya yang terjadi adalah kekerasan politik pemerintah yang mengarah kepada pembunuhan etnis tertentu yang ingin melengserkannya.

Warga disiksa, diserang, diculik, dibunuh bahkan yang wanita diperkosa di rumah mereka sendiri. Laporan soal pelanggaran hak asasi manusia termasuk pembunuhan, penyiksaan dan larangan berbicara terus bergulir.

Pemerintah menyebarkan propaganda etnis yang membuat konflik politik ini menjadi meluas ke arah etnis. Kebanyakan korban dari pembunuhan ini adalah orang-orang muda dari etnis Tutsi.***