Eksploitasi Murid Tetap Berlanjut di Tengah Pandemi Corona?

Khairul Amri 11 Jun 2020, 14:34
Ilustrasi
Ilustrasi

RIAU24.COM -  Mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan salah satu tujuan Negara Republik Indonesia yang termaktub dalam pembukaan UUD 1945 pada alinea keempat. Oleh karena itu negara harus hadir dalam menyelenggarakan pendidikan yang layak dan dapat diakses oleh seluruh warga negara. 

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi manusia untuk terciptanya manusia yang berkualitas, berintelektual dan terhindar dari kebodohan. Negara telah mengatur hak setiap warga negara untuk mendapatkan pendidikan sebagai sarana untuk meningkatkan pengetahuan dan kualitas hidupnya.

Secara konseptual dan regulasi, sesungguhnya masyarakat berhak memperoleh pendidikan gratis dengan dana anggaran 20% dari APBN yang dialokasikan untuk pendidikan. Namun jika merujuk pada kondisi di lapangan, praktik pungutan liar masih saja terjadi, meskipun di sekolah negeri. Dengan demikian menunjukkan implementasi kebijakan tidak sesuai dengan ketentuan. 

Di samping itu wabah pandemi Covid-19 telah melemahkan seluruh aspek kehidupan, terutama melemahnya kondisi ekonomi masyarakat sehingga membuat masyarakat berjibaku untuk membiayai hidupnya, terutama masyarakat menengah ke bawah. 

Kondisi ini seharusnya menjadi perhatian pemerintah terkhusus di dunia pendidikan yang masih saja mempraktikkan pungutan liar yang telah ditetapkan oleh pihak sekolah. 

Hal ini sangat disayangkan jika saat ini masih saja ada salah satu sekolah negeri di Desa Mayang Pongkai, Kecamatan kampar Kiri Tengah, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau yang tetap melanjutkan ekploitasi secara ekonomi terhadap wali murid untuk terus melanjutkan pembayaran biaya Ujian Nasional yang diperuntukkan kepada siswa yang hendak melakukan Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN) padahal ujian tersebut batal akibat pandemi. 

Perlu diketahui, baik pada saat kondisi yang tidak normal bahkan di kondisi normal sekalipun perbuatan tersebut jelas adalah maladministrasi atau tidak diperbolehkan, seperti diatur dalam Permendikbud Nomor 43 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ujian Nasional dan Permendikbud Nomor 60 Tahun 2011 tentang Larangan Pungutan Biaya Pendidikan pada Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama, bahwa pihak sekolah dilarang memungut biaya apa pun. Seharusnya pemerintah dan pihak sekolah memahami.

Oleh karena itu sudah seharusnya pemerintah pusat maupun pemerintah daerah melalui dinas pendidikan perlu bertindak tegas untuk menindaklanjuti hal tersebut secara konkrit dengan membuat kebijakan (beschiking) untuk tidak melakukan pungutan apa pun di sekolah-sekolah apalagi di tengah kondisi pandemi Corona Covid-19 yang tengah kita hadapi. Sebab kondisi ini membuat semua masyarakat harus ekstra didalam membangkitkan ekomoni dan membiayai hidupnya. 

Bak kata pepatah “sudah jatuh tertimpa tangga”. Jelas ini sangat memperihatinkan bagi masyarakat menengah ke bawah untuk tetap melanjutkan pembayaran biaya UASBN yang sudah dibatalkan tersebut.

Di samping itu juga perlu adanya pencerdasan kepada wali murid untuk mengetahui hak hak siswa dalam menikmati pendidikannya, karena kita tahu masih banyak wali murid terutama di pedesaan tidak memahami apa yang menjadi haknya terutama membedakan antaran sumbangan dan pungutan. Sehingga pihak sekolah bisa saja leluasa di dalam membuat kebijakan berupa pungutan yang marak terjadi hingga berujung kepada diskriminasi ekonomi dan bahkan meraup keuntungan secara finansial.

Harapannya semua pihak turut andil dalam memajukan dunia pendidikan, bahwa sebenarnya dahulu kita dijajah karena kebodohan dan ketidaktahuan untuk itu ini menjadi catatan kepada pemerintah untuk membenahi sistem dan menghilangkan diskriminasi dan eksploitasi ekonomi di bidang pendidikan. ***

Alfisra, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Riau