Saat Laut China Selatan Kian Memanas, Amerika Ungkap Data Tentang Rudal Nuklir China, Isinya Mengerikan

Siswandi 3 Sep 2020, 11:11
Rudal berhulu nuklir yang kini juga menjadi salah satu kekuatan yang dimiliki militer China. (ilustrasi/int)
Rudal berhulu nuklir yang kini juga menjadi salah satu kekuatan yang dimiliki militer China. (ilustrasi/int)

RIAU24.COM -  Ketegangan antara Amerika Serikat dan China di kawasan perairan Laut China Selatan, saat ini terus memanas. Di tengah kondisi itu, Departemen Pertahanan Amerika Serikat (DoD) merilis laporan tentang rudal nuklir yang kini dimiliki China.

Laporan tahunan DoD kepada Kongres AS itu berisi data mengenai perkembangan rudal nuklir yang dimiliki Tiongkok. Isinya benar-benar mengerikan. AS penambahan jumlah rudal berhulu nuklir yang kini dikuasai China. AS meyakini jumlahnya telah bertambah secara signifikan dan jauh berbeda dengan kondisi sebelumnya. Disinyalir, hal ini tidak terlepas dari ambisi China menjadi negara militer terkuat di dunia. 

Dilansir viva, Kamis 3 September 2020, dalam siaran resminya, DoD menyebutkan China telah meningkatkan jumlah hulu ledak nuklirnya dua kali lipat dari jumlah sebelumnya.


"Rudal balistik dan jelajah konvensional berbasis darat: RRT memiliki lebih dari 1.250 rudal balistik yang diluncurkan dari darat (GLBM) dan rudal jelajah yang diluncurkan dari darat (GLCM) ) dengan jarak antara 500 dan 5.500 kilometer. Amerika Serikat saat ini mengirimkan satu jenis GLBM konvensional dengan jangkauan 70 hingga 300 kilometer dan tanpa GLCM," tulis DoD dalam laporan tahunan itu.

DoD menyebutkan, China memang sedang berusaha menjadi raja kekuatan militer terbesar dunia. Bahkan negara komunis itu disebut-sebut telah mematok target menjadi negara militer terkuat di dunia pada pertengahan abad ini atau pada tahun 2049. DoD juga menyebutkan, aktivitas ini telah dilakukan China selama 20 tahun belakangan ini.  

Dibantah China 
Sementara itu bantahan datang dari juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Hua Chunying. Menurutnya, DoD telah menyebarkan kabar bohong dengan menyiarkan data jumlah hulu ledak nuklir China yang sangat bias dan tak sesuai kenyataan.

Namun demikian, Hua Chunying juga tidak bersedia mengungkapkan data tentang kekuatan rudal nuklir yang dimiliki China saat ini. 

Untuk diketahui, laporan itu dirilis AS saat kondisi di Laut China Selatan terus memanas. China kini berada dalam ancaman perang beberapa negara sekaligus. Seperti Jepang, Taiwan, India dan Amerika Serikat.

Laporan ini diterbitkan saat Amerika berusaha memaksa China untuk ikut dalam pembahasan tentang Perjanjian Pengurangan Senjata Strategis Baru (New START). 

Perjanjian ini sebenarnya hanya dilakukan oleh Amerika dan Rusia saja dan kesepakatan bilateral terakhir yang membatasi persenjataan nuklir kedua negara yang akan berakhir pada Februari 2021.

Sedangkan China menolak mentah-mentah permintaan itu. China bahkan balas menuding kekuatan nuklir AS saat ini 20 kali lipat dibanding yang dimiliki China. ***