Refly Harun Ungkap, Seperti Ini Tanda-tanda Pilpres yang Bebas dari Permainan Para Cukong

Siswandi 9 Sep 2020, 10:01
Sejumlah tokoh nasional menggugat aturan PT di Mahkamah Konstitusi, baru-baru ini. Foto: int
Sejumlah tokoh nasional menggugat aturan PT di Mahkamah Konstitusi, baru-baru ini. Foto: int

RIAU24.COM -  Hingga saat ini, aturan tentang ambatas batas pencalonan presiden alias Presidential Threshold (PT), kembali hangat disorot. Hal itu setelah sejumlah tokoh nasional mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) yang menuntut PT yang kini dipatok 20 persen, harus dihilangkan. 

Dengan dihilangkannya aturan itu, diharapkan banyak alternatif yang bisa muncul di Pilpres, sehingga suara dan aspirasi rakyat akan tertampung. Berbeda dengan kondisi saat ini, di mana hanya partai-partai tertentu saja yang bisa mengajukan calon presiden. 

Menurut pakar hukum tata negara, Refly Harun, adanya aturan PT sebesar 20 persen tersebut, membuat partai politik memposisikan diri mereka sebagai perahu yang bisa dijadikan tumpangan dengan ongkos yang lebih mahal. Selain itu, aturan ini juga membuat  cukong-cukong dan oligarki politik jadi tumbuh subur. 

“Pilpres yang jurdil (jujur dan adil), yang tidak direcokin para cukong, harus dimulai dengan penghapusan PT,” ungkapnya, dilansir rmol, Rabu 9 September2020. 

Karena itu, tambahnya, langkah yang ditempuh sejumlah tokoh nasional yang mengajukan gugatan supaya aturan PT dihapus, merupakan bentuk perjuangan nilai-nilai demokrasi. 

“Karena yang dipertimbangkan adalah value (nilai), maka saya melihat bahwa harus ada orang yang memperjuangkan nilai. Nah nilai itu salah satunya adalah nilai demokratis,” terangnya, saat acara Obrolan Bareng Bang Ruslan bertajuk “Presidential Threshold Kejahatan Politik”, Selasa (8/9/2020) kemarin. 

Menurut Refly yang ikut serta mengajukan gugatan tersebut, dengan tidak adanya ambang batas pencalonan alias nol persen, Refly yakin bakal tercipta fair competition, di mana setiap partai politik peserta pemilu dapat mencalonkan presiden dan calon-calon potensial yang tidak tersandera dengan partai politik dapat bertarung.  

Bukan KAMI Saja 
Menurutnya, gugatan PT tersebut sebenarnya tidak hanya dilakukan para tokoh yang berafiliasi dengan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI). Pasalnya, keinginan serupa juga disuarakan para akademisi dan aktivis demokrasi lainnya. Semuanya menilai, aturan mengenai PT sebanyak 20 persen itu, membatasi hak partai politik selaku peserta pemilu. 

"Jangan lupa (selain) Refly Harun, Rizal Ramli, KAMI, hampir semua aktivis, akademisi di republik ini mendukung PT 0 persen. Jimly Asshiddiqie terakhir juga mengatakan begitu karena melihat dua Pilpres terakhir ini. Rocky Gerung. Di luar KAMI (ada) Denny Indrayana, Bivitri Susanti, Titi Anggraini, Fery Amsari, semuanya mendorong PT 0 persen," terangnya lagi. 

Refly meyakini, pihak yang tetap menginginkan PT 20 persen tak lain adalah upaya sekelompok orang yang ingin melanggengkan kekuasaan. Meskipun, partai-partai politik menengah ke bawah yang saat ini berada dalam kubu koalisi pemerintah setuju penghapusan 

"Hanya partai-partai politik atau orang-orang yang punya kepentingan untuk pemenangan Calon Presiden 2019 kemarin yang mati-matian mempertahankan PT," tuturnya. 

"Partai menengah kecil seperti PPP misalnya, mau enggak PT dihapuskan? Mau. Tapi sebagai mitra koalisi harus ngikutin genderang yang ditabuh oleh koalisi, kan kira-kira begitu," ujarnya lagi. ***