Bikin Gaduh dan Tidak Cerminkan Pejabat Negara, Pengamat Sarankan Jokowi Copot Fadjroel Rachman

Riki Ariyanto 15 Sep 2020, 13:25
Bikin Gaduh dan Tidak Cerminkan Pejabat Negara, Pengamat Sarankan Jokowi Copot Fadjroel Rachman (foto/int)
Bikin Gaduh dan Tidak Cerminkan Pejabat Negara, Pengamat Sarankan Jokowi Copot Fadjroel Rachman (foto/int)

RIAU24.COM -  Juru bicara (Jubir) Presiden, Fadjroel Rachman beberapa waktu lalu mengeluarkan cuitan di Twitter yang bikin gaduh. Fadjroel pada Minggu (13 September 2020), menuliskan "Memang susah sih ini orang, enggak bisa kerja maunya ribut aja" sambil mengunggah foto tokoh Giant dari animasi Doraemon di akun Twitter pribadinya.

zxc1

Sontak kicauan itu muncul di tengah sorotan publik terhadap rencana pemberlakuan PSBB oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan sikap pemerintah pusat yang ditunggu. Hal yang dibuat Fadjroel Rachman dianggap tidak mencerminkan kualitas pejabat negara.

Dilansir dari Tempo, hal itu dikatakan pengamat komunikasi Dedi Kurnia Syah. Bahkan Dosen Komunikasi Universitas Telkom itu sarankan Presiden Jokowi mencopot Fadjroel Rachman sebagai juru bicara.

zxc2

"Fadjroel tidak memahami posisinya sebagai juru bicara presiden dan itu cukup disayangkan, sekaligus menandai jika kualitas kejurubicaraannya sangat diragukan," sebut Dedi Kurnia, Selasa, 15 September 2020.

Menurut penulis buku Komunikasi CSR politik: membangun reputasi, etika, dan estetika PR politik tersebut, cuitan Fadjroel tidak mencerminkan kualitas pejabat negara. Harusnya jubir presiden yang seharusnya menjaga etika.

"Yakni ujaran publik yang terbuka dan tidak tendensius, terlebih jika itu berkaitan dengan hubungan sesama pejabat negara yang lain," kata Dedi Kurnia.

Dedi Kurnia berujar jubir presiden jangan menimbulkan kegaduhan apalagi membangun opini riuh. "Jika hal minimum ia tidak miliki, Presiden sudah waktunya mencopot Fadjroel," sebut Dedi Kurnia.

Dedi menilai sengkarut komunikasi di elit pemerintahan tidak terhindarkan sebab banyak pejabat negara yang membangun panggungnya masing-masing. Situasi tersebut merugikan Jokowi.

"Padahal, periode kedua Jokowi ini terkenal dengan berlimpahnya staf ahli tapi mereka hanya memenuhi posisi dan tidak subtansial. Saran idealnya, pemerintah perlu mengurangi pekerja komunikasi Istana, dan mulai melarang pejabat negara menghambur-hamburkan statemen jika tidak disertai dengan kebenaran," kata Dedi Kurnia.