Dibangun Pertama Sekali Oleh Bung Karno, Rocky Gerung Sebut Hal Ini Tidak Lagi Dimiliki Indonesia Sejak Jokowi Memimpin

Siswandi 20 Sep 2020, 21:47
Rocky Gerung
Rocky Gerung

RIAU24.COM -  Pakar filsafat dan pengamat politik Rocky Gerung, menilai, Indonesia telah kehilangan postur yang dihargai di mata dunia internasional. Kondisi ini terjadi sejak Indonesia dipimpin Presiden Joko Widodo. 

Penilaian itu dilontarkannya menanggapi rencana Presiden Jokowi yang akan berpidato perdana di sidang Majelis Umum PBB setelah enam tahun memimpin Indonesia. Rencananya, pidato itu akan disampaikan secara virtual. Karena itu, ia mengingatkan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, mempersiapkan bahan presentasi Presiden Jokowi secara maksimal. 

Dikatakannya, sebuah negara berdaulat ialah mempunyai tanah yang tidak dikuasai oleh orang lain. Tak hanya itu, negara itu juga mampu menyumbang bahkan mengerahkan pikiran dunia. 

Menurutnya, hal ini telah dilakukan oleh Presiden RI pertama, Soekarno. 

"Kontribusi Indonesia pada pikiran dunia itu dari dulu dari zaman Bung Karno itu, kuat sekali kemampuan Bung karno untuk menerangkan tujuan-tujuan untuk anti kolonialisme," lontarnya, saat berbincang dengan Hersubeno Arief di akun Youtube Rocky Gerung Official, Minggu 20 September 2020. 

Setelah Era Bung Karno, hal yang sama masih sanggup dilanjutkan Presiden Soeharto. Bahkan ketika itu, dunia menganggap bahwa ASEAN adalah Indonesia. 

"Jadi postur politik Indonesia itu terbaca di luar negeri. Jadi kehormatan luar negeri terjadi karena figur dari presiden yang mampu untuk mengkalimatkan harga diri bangsa di forum internasional. Gus Dur apalagi, sebelum menjadi presiden memang sudah jadi tokoh Internasional tuh, itu poinnya," jelasnya, dilansir rmol. 

Tak jauh berbeda, kondisi itu masih berlanjut hingga era Presiden BJ Habibie dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). 
Bahkan SBY menjadikan politik luar negeri menjadi salah satu fondasi dari reputasinya. 

"Sampai sekarang SBY jadi anggota di berbagai macam asosiasi politik Internasional," tambahnya. 

Namun Rocky menyayangkan, apa yang telah dilakukan SBY tidak dilanjutkan Jokowi sebagai Presiden RI. 

"Jadi jaringan yang dibuat SBY tidak dirawat akhirnya oleh Jokowi. Kan itu membuat kita putus aura dengan internasional. Bahkan di ASEAN kita gak dianggap sama sekali gak dianggap itu kan, bahkan diolok-olok yang terjadi itu kan," tutur Rocky. 

"Jadi bukti bahwa Indonesia itu kehilangan postur internasional adalah selama kepemimpinan Presiden Jokowi. Nah sekarang itu mau diatasi dengan pidato di tahun keenam, dan keadaan sekarang keadaan Covid-19, orang justru akan nilai Indonesia dalam postur Internasional sebagai negara yang gagal mengatasi Covid-19," ujarnya lagi. 

Untuk itu, Rocky mengingatkan kepada Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi dalam menyiapkan bahan presentasi Jokowi dengan baik. 

"Hati-hati Ibu Menteri Luar Negeri. Sebab nanti akan terbaca, pengetahuan presiden tuh akan terbaca dalam ekspresi dia selama berpidato melalui webinar itu tuh," ujarnya lagi. 

Rocky memprediksi, apologi akan menjadi menu utama yang akan disajikan Presiden Joko Widodo. Apologi ini berkaitan dengan ketidakberesan manajemen Indonesia dalam menangani Covid-19, tapi kemudian akan dibandingkan dengan ketidakberesan di negara lain. 

"Jadi presiden pasti, dalam pikiran saya, akan mengiyakan ada krisis ekonomi juncto krisis Covid-19. Tapi beliau nanti akan bandingkan, dia mau ulang aja bandingkan dengan "negara lain juga mengalami hal yang sama, dan kami masih lumayan pertumbuhannya dan masih ada sisa 2 minggu untuk melihat progres di dalam ekonomi sehingga mudah-mudahan tidak terjadi resesi,” ujarnya. 

“Kira-kira yang akan muncul pertama adalah apologi," lanjut Rocky. 

Namun persoalannya, kata Rocky, Presiden Jokowi akan dibully oleh pers dunia. Apalagi kini Indonesia dalam perundungan oleh 50 lebih negara yang melarang WNI masuk. 

“Meyakinkan pers dunia bukan meyakinkan General Assembly. Sidang Umum tentu akan sopan-sopan, silakan presiden berpidato. Tapi bagi pers dunia itu dia akan dibully habis itu," tandasnya. ***