Soal UU Cipta Kerja, Jokowi Klaim Perusahaan Tak Bisa PHK Sepihak

M. Iqbal 9 Oct 2020, 20:27
Presiden Joko Widodo
Presiden Joko Widodo

RIAU24.COM - UU Cipta Kerja yang baru disahkan oleh DPR-RI dinilai merugikan para buruh khususnya yang berkaitan dengan ketenagakerjaan. Diantaranya mengenai perusahaan yang bisa suka-suka memecat atau melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kepada karyawannya.

Terkait hal itu Presiden Jokowi menyebutkan jika informasi tentang perusahaan bebas melakukan PHK pada karyawannya adalah tidak benar. Sebab dalam UU tersebut, perusahaan tidak melakukan PHK secara sepihak.

"Kemudian apakah perusahaan bisa mem-PHK kapanpun secara sepihak? ini juga tidak benar. yang benar perusahaan tidak bisa me-PHK secara sepihak," kata dia dilansir dari Okezone.com, Jumat, 8 Oktober 2020.

Dalam UU Cipta Kerja menyebutkan bahwa perusahaan dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK), kepada pekerja atau buruh dengan alasan berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 bulan secara terus-menerus.

Berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, menjalankan ibadah, menikah, hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya.

Bahkan, adanya larangan pemecatan kepada karyawan yang mempunyai pertalian darah atau ikatan perkawinan dengan pekerja lainnya di dalam perusahaan yang sama.

"Mendirikan, menjadi anggota dan pengurus serikat pekerja atau serikat buruh, melakukan kegiatan serikat pekerja di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama," demikian yang tertulis di Pasal 153.

Perusahan juga dilarang memecat karyawan jika mengadukan pengusaha kepada pihak yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan. Atau, berbeda paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan.

Kemudian, karyawan yang dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan tidak bisa diputuskan pekerjaannya.