KPK Cegah Istri Edhy Prabowo Terkait Suap Izin Ekspor Benih Lobster

Bisma Rizal 19 Dec 2020, 00:35
KPK Cegah Istri Edhy Prabowo Terkait Suap Izin Ekspor Benih Lobster (foto/int)
KPK Cegah Istri Edhy Prabowo Terkait Suap Izin Ekspor Benih Lobster (foto/int)

RIAU24.COM -  JAKARTA- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencegah istri mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo, Iis Rosyita Dewi berpergian ke luar negeri.

Pencegahan ini merupakan bagian dari proses penyidikan kasus dugaan suap  izin ekspor benih lobster.

Selain Iis, KPK juga mencegah tiga orang lainnya selama enam bulan ke depan.

"Pencegahan ini terhitung sejak tanggal  tanggal 4 Desember 2020," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Jumat (18/12/2020).

Ketiga orang tersebut adalah, Direktur PT Perisahble Logistic Indonesia (PLI) Deden Deni serta dua orang pihak swasta, Neti Herawati dan Dipo Tjahjo.

Ali mengatakan, pencegahan ke luar negeri tersebut dilakukan dalam rangka kepentingan pemeriksaan.

"Agar pada saat diperlukan untuk diagendakan pemeriksaan para saksi tersebut tidak sedang berada di luar negeri," ujar Ali.

Dalam kasus ini, Edhy diduga menerima uang hasil suap terkait izin ekspor benih lobster senilai Rp 3,4 miliar melalui PT Aero Citra Kargo (PT ACK) dan 100.000 dollar AS dari Direktur PT Dua Putra Perkasa (PT DPP) Suharjito.

PT ACK diduga menerima uang dari beberapa perusahaan eksportir benih lobster karena ekspor hanya dapat dilakukan melalui perusahaan tersebut dengan biaya angkut Rp 1.800 per ekor.

Uang tersebut salah satunya dari PT DPP yang mentransfer uang Rp 731.573.564 agar memperoleh penetapan kegiatan ekspor benih lobster.

Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mengatakan, berdasarkan data, PT ACK dimiliki oleh Amri dan Ahmad Bahtiar yang diduga merupakan nominee dari pihak Edhy Prabowo dan Yudi Surya Atmaja.

"Uang yang masuk ke rekening PT ACK yang diduga berasal dari beberapa perusahaan eksportir benih lobster tersebut, selanjutnya ditarik dan masuk ke rekening AMR (Amri) dan ABT (Ahmad Bahtiar) masing-masing dengan total Rp 9,8 miliar," kata Nawawi, Rabu (25/11/2020).

Selain Edhy, enam tersangka lain dalam kasus ini yaitu staf khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Safri dan Andreau Pribadi Misata, pengurus PT ACK Siswadi, staf istri Menteri Kelautan dan Perikanan Ainul Faqih, Direktur PT DPP Suharjito, serta seorang pihak swasta bernama Amiril Mukminin.