Kecelakaan Sriwijaya Air SJ-182 Mirip Insiden West Air Sweden 294

Devi 11 Jan 2021, 16:31
Foto : VOI
Foto : VOI

RIAU24.COM -  Jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ-182 yang jatuh dari ketinggian 10.900 kaki menjadi 250 kaki dalam waktu kurang dari satu menit mirip dengan kecelakaan pesawat West Air Sweden 294 yang terjadi lima tahun lalu. Dalam hal ini, pesawat menempuh ketinggian 21.000 kaki hanya dalam satu menit. Lalu apa penyebab kecelakaan itu?

Kecelakaan itu terjadi pada 8 Januari 2016 ketika sebuah pesawat kargo komersial sedang terbang dari Bandara Oslo, Norwegia menuju Bandara Tromso. Pesawat yang jatuh itu bermodel CL-600-2B19 buatan Bombardier Inc. Pesawat itu dioperasikan oleh West Atlantic Sweden AB.

Awalnya penerbangan berjalan mulus di FL level 330 atau 33 ribu kaki. Tetapi ketika waktu setempat menunjukkan 19:20 hal-hal mulai berubah. Cuaca saat itu sangat gelap tanpa sinar bulan, awan, dan tidak ada turbulensi. Kurangnya penglihatan eksternal berarti pilot mengandalkan instrumen indikator sikap di kokpit.

Setelah berapa lama, menurut laporan investigasi oleh otoritas Swedia, SHK, pilot mulai terdengar terkejut karena adanya gangguan pada sistem autopilot mereka. Selain itu, kemungkinan besar pesawat juga terputus.

Saat itulah alarm peringatan mulai berbunyi. Pilot mulai menurunkan hidungnya. Selain itu, hasil investigasi juga mengungkap bahwa pesawat juga mengalami angle of attack yang mengakibatkan mogok. Kejadian ini mirip dengan kasus kecelakaan Sriwijaya Air SJ 182.

Mereka sepertinya mencoba menerbangkan pesawat kembali ke ketinggian semula.

Tapi peringatan kecepatan berlebih mulai berbunyi keras. Pesawat telah menukik tajam melewati kecepatan maksimum lebih dari 700 kilometer per jam selama 17 detik setelah gangguan tersebut. Satu menit dua puluh detik setelah jatuh dari ketinggian, pesawat menghantam tanah dan kedua awaknya tewas.

zxc1

Penyebab kecelakaan
Berdasarkan laporan investigasi oleh otoritas Swedia SHK, menunjukkan tidak ada masalah dengan sistem kendali operasi pesawat. Namun terdapat sikap yang salah dalam membaca indikator sikap yang mengindikasikan adanya gangguan pada instrumen navigasi Inertial Reference Unit (IRU 1).

Dalam insiden tersebut terjadi komunikasi yang tidak efektif antara pilot dan co-pilot. Mereka memiliki persepsi berbeda saat membaca situasi darurat.

Selain itu, hasil investigasi menunjukkan bahwa sistem instrumen penerbangan memberikan panduan yang kurang memadai karena adanya malfungsi yang terjadi pada masalah navigasi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kecelakaan tersebut disebabkan oleh prasyarat operasional yang tidak memadai untuk mengelola kegagalan sistem.

Akibat kecelakaan ini, pihak berwenang Swedia mewajibkan sistem panggilan darurat diubah. Ini wajib di seluruh industri transportasi udara komersial.

Sedangkan jika melihat gejala awal kecelakaan Sriwijaya Air SJ 182 nampaknya mirip dengan kecelakaan West Air Sweden 294. Pasalnya, menurut data Flightradar diduga pesawat Sriwijaya Air SJ 182 terhenti sebelum menukik tajam.

Data Flightradar menunjukkan pada pukul 14.40 WIB pesawat menukik dari ketinggian 10.900 kaki menjadi 250 kaki dalam waktu kurang dari satu menit setelah menempuh perjalanan sekitar empat menit dari Jakarta. Setelah itu sinyal ADS-B menghilang dari pesawat.

Kios, menurut Deborah Balter dalam bukunya Aeronautical Dictionary merupakan salah satu malfungsi penerbangan. Keadaan ini rawan terjadi di awal pemberangkatan, mulai dari take off, kenaikan ketinggian, hingga manuver.

Kata warung Balter biasanya dipicu oleh dua hal. Pertama, karena perbedaan sudut antara sayap pesawat dengan arus angin. Perbedaan ini disebut Angle of Attack. Stall rawan terjadi ketika Angle of Attack terlalu besar, biasanya melebihi 15 derajat. Dalam hal ini, pada prinsipnya pesawat dirancang khusus untuk dapat terbang meski dengan kecepatan 280 kilometer per jam.

Hal ini dimungkinkan karena sayap pesawat memiliki kemampuan mengecilkan udara. Itulah yang membuat badan pesawat terangkat. Namun, ada syaratnya. Fungsi fisik ini hanya dapat terjadi jika udara mengalir ke bagian belakang permukaan sayap. Sederhananya, pesawat terbang terlalu cepat saat kondisi stall terjadi.

Selain kerusakan fisik, mogok juga bisa terjadi jika cairan di pipa gas pesawat macet. Kondisi ini disebut kunci uap.