Tahukah Anda Apa Arti Kemanjuran 65,3 Persen Dari Vaksin Sinovac, Mengapa Kalah Dari Pfizer dan Moderna

Devi 12 Jan 2021, 17:25
Foto : VOI
Foto : VOI

RIAU24.COM - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyebutkan, dari hasil uji klinis fase III, vaksin COVID-19 buatan perusahaan farmasi China, Sinovac, memiliki tingkat efikasi atau efikasi vaksin korona Sinovac sebesar 65,3 persen. Atas dasar itu, BPOM resmi mengeluarkan izin penggunaan darurat vaksin COVID-19 atau emergency use authorization (EUA).

Tapi tahukah Anda apa arti efikasi 65,3 persen, bagaimana cara menghitungnya, dan mengapa efikasi Sinovac lebih rendah dari pesaingnya Pfizer dan Moderna yang menyentuh 90 persen?

Demikian penjelasan Prof.DR Zullies Ikawati, Apt, Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM).

Menurutnya, vaksin dengan kemanjuran atau kemanjuran 65,3 persen dalam uji klinis berarti penurunan 65,3 persen kasus penyakit pada kelompok yang divaksinasi dibandingkan dengan kelompok yang tidak divaksinasi (atau plasebo).

"Dan itu ditemukan dalam uji klinis terkontrol," kata Zullies Ikawati dalam pesan elektronik yang diterima redaksi VOI, Selasa, 12 Januari.

Misalnya pada uji klinis Sinovac di Bandung yang melibatkan 1.600 orang. Ada 800 subjek yang mendapat vaksin dan 800 subjek yang mendapat plasebo (vaksin kosong). Jika dari kelompok yang divaksinasi 26 terinfeksi (3,25%), sedangkan pada kelompok plasebo terdapat 75 orang yang tertular Covid (9,4%).

“Jadi keampuhan vaksin adalah 0,094 - 0,0325 / 0,094 x 100% = 65,3%. Jadi yang menentukan rasio antara kelompok yang divaksinasi dengan kelompok yang tidak,” terangnya.

Efikasi akan dipengaruhi oleh karakteristik subjek tes. Apabila subjek uji termasuk kelompok risiko tinggi, maka kemungkinan kelompok plasebo akan lebih banyak terpapar, sehingga penghitungan efikasi semakin meningkat.

Nah, uji klinis di Brazil menggunakan kelompok risiko tinggi yaitu tenaga kesehatan, agar khasiatnya lebih tinggi. Sedangkan di Indonesia menggunakan populasi umum dengan resiko lebih kecil.

“Jika subjek uji berisiko rendah apalagi mengikuti program kesehatan, tidak pernah keluar rumah agar tidak banyak yang tertular, maka perbandingan kejadian infeksi antara kelompok plasebo dan kelompok vaksin akan lebih rendah, sehingga mengakibatkan dalam jumlah yang lebih rendah," jelasnya.

Menurut Zullies Ikawati, saat BPOM mengumumkan hasil efikasi Sinovac 65,3 persen merupakan awal yang baik meski sempat ada suara yang menanyakan kenapa hanya 65,3 persen.

Tetapi organisasi kesehatan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Food and Drug Administration (FDA) dan European Medicines Agency (EMA) telah menetapkan persetujuan vaksin pada 50 persen. Artinya, secara epidemiologis, mengurangi insiden infeksi hingga 50% bermakna dan menyelamatkan nyawa banyak orang.

Selain itu, kami juga telah menyebutkan sebelumnya bahwa vaksin tersebut memiliki imunogenisitas yang tinggi dengan angka seropositif 99,23% dalam 3 bulan pertama yang artinya dapat memicu antibodi pada subjek yang mendapat vaksin tersebut, jelasnya.

“Tentunya kita masih harus menunggu efektifitas vaksin tersebut setelah digunakan di masyarakat. Dan perlu diingat karena ini hanya EUA dari laporan interim, maka pengamatan mengenai efikasi dan keamanan tetap akan dilakukan untuk 6 bulan ke depan untuk mendapatkan persetujuan penuh, "ujarnya.