Tingkatkan Tekanan, Pesawat Mata-Mata Amerika Makin Berani Dekati Wilayah China

Satria Utama 23 Mar 2021, 09:40
Pergerakan pesawat mata-mata RC-135U Combat Sent Angkatan Udara AS di dekat wilayah China, Senin (22/3/2021). Foto/Twitter @SCSPI
Pergerakan pesawat mata-mata RC-135U Combat Sent Angkatan Udara AS di dekat wilayah China, Senin (22/3/2021). Foto/Twitter @SCSPI

RIAU24.COM -  BEIJING -  Kelompok think tank South China Sea Probing Initiative (SCSPI) melaporkan pesawat mata-mata RC-135U Combat Sent Angkatan Udara AS telah terbang hanya 25,33 mil laut dari perairan pesisir China, pada senin kemarin.

Fakta ini menunjukkan bahwa militer Amerika Serikat (AS) semakin nekat meningkatkan penerbangan pesawat mata-mata hariannya di dekat wilayah China . 

"Ini adalah jarak terpendek yang dicapai pesawat pengintai AS dari garis pantai China, berdasarkan data publik sejauh ini," kata lembaga think tank tersebut, yang terhubung dengan Universitas Peking, sebagaimana dikutip Sputniknews, Selasa (23/3/2021).

Menurut gambar yang dibagikan oleh SCSPI tentang jalur penerbangan pesawat, jalur terdekat Combat Sent ke pantai China berada tepat di lepas pantai Shantou, sebuah kota setingkat prefektur di Provinsi Guangdong timur dekat ujung selatan Selat Taiwan.

Di tempat lain di Laut China Selatan bagian utara, SCSPI mencatat sebuah pesawat patroli maritim P-8A Poseidon Angkatan Laut AS dan sebuah pesawat intelijen elektronik EP-3E Aries Angkatan Laut AS juga sedang berpatroli. 

Mengutip Military.com, Angkatan Udara AS (USAF) memiliki dua pesawat Combat Sent, yang memiliki berbagai peralatan khusus untuk menemukan dan mengidentifikasi sinyal radar darat, laut, dan udara militer asing.

Pesawat semacam itu dapat digunakan untuk mengumpulkan banyak informasi tentang peralatan radar Tentara Pembebasan Rakyat (PLA), seperti yang beroperasi di Lapangan Udara Shantou Waisha, pangkalan udara Angkatan Udara Tentara Pembebasan Rakyat (PLAAF) di pantai timur Shantou.

Operasi pesawat mata-mata Amerika itu berlangsung pada saat para pejabat AS meningkatkan tekanan mereka terhadap China. Sebelum pertemuan puncak "2+2" di Alaska dengan dua diplomat China terkemuka pekan lalu, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menuduh China menggunakan paksaan dan agresi di Laut China Selatan dengan membentengi pulau-pulau di wilayah yang diklaimnya yang juga diklaim negara-negara lain lain di wilayah tersebut.

“Kami bersatu dalam visi kawasan Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka, di mana negara-negara mengikuti aturan, bekerja sama kapan pun mereka bisa, dan menyelesaikan perbedaan mereka dengan damai. Dan khususnya, kami akan mendorong kembali jika perlu ketika China menggunakan paksaan atau agresi untuk mendapatkan jalannya," kata Blinken.***