Granat Meledak di Bulan Puasa, 5 Tentara Belanda Luka-Luka, Pelakunya Mengarah ke TNI

Azhar 12 May 2021, 16:17
Ilustrasi. Foto: Internet
Ilustrasi. Foto: Internet

RIAU24.COM - Serangan agresi militer Belanda pertama kali dilesatkan pada 21 Juli 1947 ketika umat Islam menjalankan ibadah puasa Ramadhan 1366 H.

Setahun kemudian, peristiwa menggemparkan terjadi. Tepatnya terjadi pada 21 Juli 1948 atau bertepatan pada bulan Ramadhan juga dikutip dari historia.id, Rabu, 12 Mei 2021.

Granat meledak ke arah kedai kopi yang terletak di persimpangan jalan. Atau di dekat bioskop Rex di Senen, Jakarta. Akibatnya, 5 orang serdadu Koninklijk Leger atau Tentara Kerajaan Belanda terkena pecahan granat.

2 serdadu yang luka berat dibawa ke rumah sakit, yang lainnya bisa langsung pulang. Tak hanya itu, 5 preman juga terkena pecahan granat.

Di antara preman itu, seorang Indonesia dan seorang Tionghoa juga luka parah, yang lainnya, seorang Indonesia, seorang Tionghoa, dan seorang Belanda luka ringan.

Setelah peristiwa yang menggemparkan itu, polisi berhamburan datang untuk melakukan pemeriksaan. Sementara polisi militer dan sepasukan dari basis komando menggerebek pemuda-pemuda.

Mereka berhasil menangkap 32 orang. Dari salah satu mereka, petugas melakukan penggeledahan di rumah salah seorang yang mereka tangkap itu.

Petugas berhasil menemukan dua buah granat tangan merek Mill’s 36, jenisnya sama dengan yang dilemparkan di kedai kopi. Ternyata, di antara 32 orang yang ditangkap itu terdapat pelaku pelemparan granat.

Dia mengakui perbuatannya setelah pemeriksaan yang lama. Koran-koran Belanda saat itu menuduh pelakunya TNI dari Yogyakarta.

Tuduhan tak mendasar ini diutarakan langsung oleh Het Dagblad.

Dia juga menyebutkan bahwa pelempar granat itu berpakaian seragam tentara Belanda dengan memakai pet berlambang singa seperti yang dipakai KNIL (Tentara Kerajaan Hindia Belanda).

Dia bernama Jumingan bin Surokromo, seorang anggota Arbeiderscompagnie di Berelaan.

Padahal, organisasi yang bertanggung jawab atas pelemparan granat itu bernama Pusat Organisasi Siasat Rahasia (POSAR 9). Organisasi tersebut dipimpin oleh Suhadono bin Utomo yang memakai nama samaran Yudo.

Dia berhubungan dengan Salendu dkk. di Cipinang dan Usman Sumantri dari SP 88 (Satoean Pemberontak). POSAR 9 merupakan salah satu organisasi gerilya dalam kota yang mengganggu Belanda dari belakang.