Menyayat Hati, 350.000 Orang di Tigray Hadapi Kelaparan, Akses Dilarang Bantuan Tak Sampai

Amerita 10 Jun 2021, 11:43
google
google

RIAU24.COM - Komite yang berfokus pada tanggapan cepat terhadap krisis kemanusiaan tingkat tinggi yang dipimpin PBB memperkirakan bahwa sekitar 350.000 orang di wilayah Tigray menghadapi kondisi kelaparan, Rabu (9/6).

Perkiraan itu dipresentasikan pada pertemuan Komite Tetap Antar-Lembaga yang terdiri dari 18 organisasi PBB dan non-PBB yang diketuai oleh kepala kemanusiaan PBB Mark Lowcock. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres juga hadir.
zxc1
Jumat pekan lalu, Lowcock memperingatkan bahwa kelaparan akan segera terjadi di Tigray, dia memperikrakan ada risiko ratusan ribu orang atau lebih akan mati, dilansir dari The Associated Press.

PBB telah mengkritik kurangnya akses ke semua wilayah Tigray bagi pekerja kemanusiaan yang ingin mengirimkan bantuan.

Kelaparan ini terjadi berbulan-bulan saat ketegangan politik antara pemerintah Presiden Ethiopia Abiy Ahmed dan para pemimpin Tigray meledak menjadi perang November lalu.

Juru bicara PBB, Stephane Dujarric mengatakan bahwa staf PBB di lapangan melaporkan pergerakan bantuan yang terus diblokir, dan interogasi, penyerangan dan penahanan pekerja kemanusiaan di pos pemeriksaan militer. 
zxc2
Dujarric mengatakan bahwa beberapa area Tigray tetap tidak dapat diakses. Dan bagi area yang dapat diakses, situasinya mengerikan, termasuk sistem air yang tidak berfungsi dan fasilitas kesehatan yang terbatas atau tidak ada sama sekali.

“Tingkat kerawanan pangan dan malnutrisi berada pada tingkat yang mengkhawatirkan. Laporan lapangan awal dari Axum dan Adwa di zona tengah menunjukkan tanda-tanda kelaparan yang terlihat di antara para pengungsi internal. Pekerja bantuan menlaporkan kebutuhan makanan yang parah, setelah pembakaran atau penjarahan hasil panen,” kata Dujarric. 

Lowcock mengatakan perang menghancurkan ekonomi bersama baik bisnis, tanaman dan pertanian, dan tidak ada layanan perbankan atau telekomunikasi di Tigray.

"Kami sudah mendengar kematian terkait kelaparan," ujar Lowcock.

Pada akhir Mei, Lowcock mengatakan bahwa sejak perang dimulai, diperkirakan 2 juta orang telah mengungsi, warga sipil terbunuh dan terluka, pemerkosaan dan bentuk-bentuk kekerasan seksual meluas dan sistematis, dan infrastruktur publik dan swasta yang penting bagi warga sipil dihancurkan, termasuk rumah sakit dan lahan pertanian.