Kevin Gordon, Meski Gagal Sabet Perunggu di Olimpiade, Telah Bermain Sepenuh Hati di Tengah Bencana Kelaparan yang Terjadi Guatemala

Devi 3 Aug 2021, 15:24
Foto : Kompas.com
Foto : Kompas.com

RIAU24.COM - Kiprah luar biasa tunggal putra Guatemala, Kevin Cordon, di Olimpiade Tokyo membawa sedikit kebahagiaan bagi rakyat Guatemala, ditengah pandemi. Meski kalah pada perebutan medali perunggu kontra pemain Indonesia, Anthony Sinisuka Ginting dalam dua gim langsung 11-21, 13-21 pada Senin, 2 Agustus 2021, Kevin Cordon menjalani Olimpiade Tokyo bak cerita dongeng.

Cordon tak berhasil mencatatkan sejarah fenomenal mempersembahkan medali untuk negaranya dari cabang bulutangkis, dan ia pun tak bisa menutupi kesedihannya.  "Ini hari terakhir saya, malam terakhir saya di Olimpiade. Saya merasa sedih, saya ingin medali, tapi beginilah yang terjadi. Saya tak bisa protes," ujar Cordon, seperti dikutip dari BWF.

"Bagi saya berada di Olimpiade adalah sebuah impian. Impian untuk berada di semifinal. Terima kasih Guatemala atas dukungannya," imbuh Kevin Cordon. 

Ia juga menceritakan bagaimana perjuangannya untuk mengikuti Olimpiade Tokyo 2020. "Bagi kami, tidak mudah mendapatkan uang untuk bepergian. Saya tahu ada hal-hal yang lebih penting di Guatemala, seperti orang miskin perlu makan. Saya berasal dari kota kecil dan bulu tangkis mengubuh hidup saya. Apa yang saya lakukan di bulu tangkis, juga membantu keluarga saya, dengan uang yang saya dapatkan dari federasi saya,"  kata Gordon mengisahkan kehidupannya di Guatemala.

Meski muncul dari negara Guatemala yang bisa dikatakan 'antah berantah' dalam dunia tepok bulu, Gordon justru berhasil memberikan kejutan pertama pada cabang olah raga yang selalu didominasi atlet Asia dan Eropa ini.

Kevin Cordon merupakan raja bulutangkis Amerika yang sudah malang melintang di ajang BWF.  Tercatat, Kevin Cordon sudah mengumpulkan 38 gelar juara dan 16 kali runner up sejak tahun 2007 hingga 2019 silam.

Kevin Cordon juga pernah memenangkan turnamen Internasional Challenge BWF.

Guatemala memang tengah mengalami resesi dan kelaparan hebat.  Rakyat Guatemala bahkan telah mengibarkan bendera putih, tapi bukan sebagai tanda menyerah terhadap pandemi virus corona, melainkan sebagai simbol bahwa mereka kelaparan dan butuh bantuan makanan. 

Bendera putih pertama kali mulai dikibarkan di jalan-jalan Guatemala City pada awal April, tidak lama setelah karantina diberlakukan di Desa Patzún, tempat terdeteksinya kasus pertama virus corona. 

Fenomena bendera putih merupakan gejala dari masyarakat yang tidak memiliki akses layanan sosial dan tidak memiliki pasar tenaga kerja yang memungkinkan orang untuk memiliki tabungan dalam menghadapi krisis

Melansir The Guardian, sejak saat itu, bendera telah menjadi hal yang umum di seluruh negeri dengan arti tersendiri.  Putih berarti kelaparan dan merah berarti butuh obat, sementara hitam, kuning, atau biru berarti bahwa seorang wanita, anak-anak atau orang lanjut usia berada dalam bahaya kekerasan.  Dampak ekonomi dari pandemi, telah memengaruhi jutaan orang di Guatemala. 

Hampir 70 persen penduduk Guatemala bekerja di sektor informal, dan hanya bisa bertahan hidup dari hari ke hari.  Langkah-langkah yang diberlakukan oleh pemerintahan Presiden Alejandro Giammattei untuk memperlambat penyebaran virus, termasuk penangguhan transportasi umum dan jam malam harian telah menghantam mereka yang hidup dalam kemiskinan.