Heboh Tudingan Gatot Nurmantyo, Mantan Jurnalis Wanita Ini Pernah Dituduh sebagai Dukun PKI, Akui Berjuang untuk Hidup

Rizka 29 Sep 2021, 09:41
google
google

RIAU24.COM -  Isu Partai Komunis Indonesia (PKI) kembali menggema menjelang peringatan pemberontakan G30S/PKI. Kali ini diembuskan mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) TNI Gatot Nurmantyo. Menurut Gatot, ada simbol-simbol yang hilang. 

Mengingat hal itu, mantan Jurnalis wanita Sri Sulistyawati punya cerita tentang Partai Komunis Indonesia (PKI)

Sri Sulistyawati tak menyangka setelah bergabung di Partai Nasionalis Indonesia (PNI) justru menjadi pintu masuk dia terjebak dalam sejarah kelam tentang PKI atau komunis di Indonesia.

Perempuan 78 tahun itu dicap sebagai eks tahanan politik atau tapol, karena dituduh sebagai antek-antek PKI oleh penguasa Orde Baru. 

Dilansir dari IDN Times, perempuan yang akrab disapa Eyang Sri ini menceritakan saat dirinya memulai karier sebagai jurnalis ekonomi di media Warta Bhakti. Saat itu, ia selesai kerja praktik (magang), namun diminta melanjutkan sebagai jurnalis.

Eyang Sri terpaksa berhenti sebagai jurnalis gara-gara pembantaian terhadap orang-orang yang dituduh komunis pada 1965-1966. Kala itu, ia mengaku tergabung dalam Partai Nasionalis Indonesia (PNI).

“Berhentinya karena peristiwa 65. Karena Eyang dianggap orangnya Soekarno. Kan Bung Karno berpijak lima partai, PNI, PKI, Partindo (Partai Indonesia), Perti (Persatuan Tarbiyah Islamiyah), PSII (Partai Syarikat Islam Indonesia). Ini semua dihabisin, jadi bukan PKI aja,” kata dia.

Akibat tuduhan itu, Eyang Sri dipenjara selama 11 tahun, sejak 1968-1979 di Bukit Duri. Ia bersama eks tapol lainnya lalu dibebaskan dengan syarat harus melapor rutin (mel) kepada aparat keamanan.

Beberapa orang menuding Eyang Sri sebagai pengikut PKI, tapi ia bersyukur keluarganya tidak bersikap demikian.

“Stigma kan? Itu (stigma) di mana-mana, kalau menerima kita otomatis. Tapi Puji Tuhan, kalau keluarga Eyang baik, menerima. Saya hidup seperti di planet lain, seperti diasingkan. Iya, tiap hari mel, seminggu sekali Kodim (Komando Distrik Militer), sebulan sekali Kodam (Komandao Daerah Militer),” ujar dia.

Keluar dari penjara, Eyang Sri kembali ke rumahnya di Cirebon. Pada 1998 hingga 2007 ia pindah ke rumahnya di Serdang, Kemayoran, Jakarta Pusat. Selama itu pula ia bertahan hidup dengan berbagai cara. Mulai dari membuat cerita pendek (cerpen) hingga menjadi ahli pengobatan tradisional.

Eyang Sri belajar teknik pengobatan dari istri pemimpin PKI Dipa Nusantara Aidit (D.N Aidit), Sutanti Aidit. Sutanti juga dikenal sebagai dokter spesialis akupunktur pertama yang dimiliki Indonesia.

“Kalau Eyang kadang nulis cerpen, kan lumayan itu nyambung hidup. Selamanya masih bikin cerpen sampai sekarang. Eyang juga ngobatin orang sakit saraf, apa saja. Sampai disebutnya dukun PKI. Kebetulan orang Pemda kenal baik karena berobat ke Eyang, dari lurah sampai Wali Kota,” ungkapnya.

Eyang Sri juga terlibat membantu mahasiswa dalam aksi menurunkan Soeharto pada 1998.

Pada 2007 Eyang Sri pindah ke panti jompo Waluya atas ajakan politikus PDIP Ribka Tjiptaning dan restu dari keluarganya.

Kini keadaan berubah. Kehidupan Eyang Sri mulai sedikit bebas, berkat stigma terhadap orang-orang yang dianggap PKI mulai berubah.