Mengenang Kisah Penerbangan Korean Air Flight 858 yang Dibom Agen Korut, Meledak Saat Terbang di Atas Laut Andaman.

Devi 30 Nov 2021, 15:26
Foto : VOI.com
Foto : VOI.com

RIAU24.COM -  Pada 29 November 1987, pesawat Korean Air Flight 858 meledak saat terbang di atas Laut Andaman. 115 orang tewas seketika. Mereka terdiri dari 104 orang penumpang dan 11 awak pesawat. Korean Air Flight 858 adalah maskapai penerbangan internasional antara Baghdad, Irak dan Seoul, Korea Selatan (Korsel).

Pesawat itu meledak di udara akibat bom yang ditanam di atas kabin penumpang pesawat. Bom tersebut ditanam oleh dua agen Korea Utara (Korut). Para agen, yang bertindak atas perintah dari pemerintah Korut, menanam perangkat tersebut sebelum turun dari pesawat saat transit pertama di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab. Saat pesawat terbang di atas Laut Andaman untuk transit kedua di Bangkok, Thailand, bom meledak dan menghancurkan pesawat tersebut.

Dua hari kemudian, muncul dua nama mencurigakan yaitu Shinichi Hachiya dan Mayumi Hachiya. Kedua nama itu memegang paspor Jepang, menunjukkan keduanya adalah ayah dan anak. Mereka naik Korean Air Flight 858 pada hari kecelakaan dan turun saat transit pertama di Abu Dhabi.

Tak lama kemudian Kedutaan Besar Jepang di Abu Dhabi mengetahui bahwa kedua paspor tersebut palsu. Ketika petugas berhasil melacak kedua tersangka, mereka berada di Bandara Internasional Bahrain. Mereka hampir naik pesawat menuju Roma, Italia.

Keduanya dihentikan di pintu keberangkatan. Beberapa jam setelah pemeriksaan, kedua tersangka mencoba bunuh diri dengan menggigit kapsul sianida yang disembunyikan di dalam rokok. Mereka lalu dikirim ke rumah sakit dan salah satu pelaku yang merupakan seorang pria meninggal. Satu orang lagi, yang merupakan seorang wanita, tidak menggigit kapsul sianida itu. Wanita itu segera diinterogasi oleh petugas dari Jepang dan Bahrain.

Dilansir dari VOI, pada minggu-minggu berikutnya, pemerintah Korsel mendesak keras agar wanita itu dan barang bukti lainnya diekstradisi ke Korsel. Mereka mengklaim itu adalah pesawat Korsel dan hampir semua korban di dalamnya adalah warga negara Korsel. Pada 15 Desember 1987, tersangka wanita, tersangka pria yang sudah meninggal, dan barang bukti lainnya diserahkan ke Korsel. Saat menuju Bandara Internasional Gimpo, Korsel, wanita yang bernama asli Kim Hyun-hui itu dijaga oleh enam agen keamanan, mulutnya diplester agar tidak bunuh diri.

Kim Hyun-hui memiliki keterampilan mata-mata yang sangat terlatih, terutama dalam interogasi. Saat diinterogasi, dia mogok makan terlebih dahulu dan hanya berbicara bahasa Jepang dan China. Untuk menyembunyikan identitasnya, ia mengaku lahir di Heilongjiang, China, dengan nama Yucui Bai. Masa kecilnya dihantui oleh kemiskinan dan kerusuhan. Dia bercerita lalu pindah ke Jepang dan diadopsi oleh Shinichi Hachiya. Pada hari ketujuh setelah tiba di Korsel, Kim Hyun-hui mengaku bahwa ia melakukan pengeboman Korean Air Flight 858.

Mengutip History of Yesterday, menerima perintah pengeboman, Kim Hyun-hui tinggal di Makau selama lebih dari setahun untuk belajar bahasa Mandarin dan Kanton. Dia terbang ke Pyongyang untuk menemui rekannya, lalu mengambil sumpah atau ritual komunis. Keduanya melakukan perjalanan melalui serangkaian kota di seluruh dunia untuk menghapus jejak mereka: Moskow, Budapest, Wina, Beograd, Baghdad, Abu Dhabi, dan akhirnya Bahrain.

Mereka menerima bom saat di Beograd, lalu naik Korean Air Flight 858 dari Bandara Internasional Saddam, Baghdad. Saat 20 menit sebelum naik, partner Kim Hyun-hui mengeluarkan bom waktu yang disematkan di dalam radio. Ia berpura-pura bermain-main dengan radio dan mengatur waktu pengeboman menjadi 9 jam kemudian. Mereka meletakkan bom di kabin penumpang dan meninggalkan pesawat di bandara Abu Dhabi tanpa membawanya.

Saat peristiwa pengeboman itu, Korsel sedang bersiap untuk menjadi tuan rumah Olimpiade 1988 di Seoul. Pemimpin Korea Utara Kim Il-sung dan putranya Kim Jong-il bertekad untuk menghentikannya.

"Saya diberi tahu oleh seorang perwira senior bahwa sebelum Olimpiade Seoul kami akan menjatuhkan sebuah pesawat milik Korsel," kata Kim Hyun-hui dalam wawancara yang dilakukan BBC.

"Dia mengatakan (ledakan) itu akan menciptakan kekacauan dan kebingungan di Korsel. Misi itu akan memberikan pukulan telak bagi revolusi," tambahnya.

Pemerintah Korsel menggelar konferensi pers pada 15 Januari 1988. Kim Hyon-hui memberikan pidato selama 15 menit, menjelaskan rincian plot, yang disusun dan diinstruksikan oleh Kim Jong-il untuk meledakkan pesawat tersebut. Tujuannya adalah untuk menakut-nakuti negara-negara agar tidak menghadiri ke Olimpiade Seoul 1988.

Pada 1989, pengadilan Korsel memberikan hukuman mati terhadap Kim Hyun-hui. Tetapi Presiden Korsel saat itu Roe Tae-Woo memberinya pengampunan karena menganggap Kim Hyun-hui korban pencucian otak Korut. Dia dibebaskan pada 1992, menjalani kehidupan rahasia di bawah perlindungan pemerintah Korsel. Kim Hyun-hui kemudian menikah dengan seorang intelijen Korsel siapa dan memiliki dua anak.