Jadikan Kasus Fee Asuransi Sebagai Pelajaran, Pengamat Hukum Minta Pimpinan BRK Jangan Terima Lagi

Riki Ariyanto 11 Dec 2021, 20:11
Jadikan Kasus Fee Asuransi Sebagai Pelajaran, Pengamat Hukum Minta Pimpinan BRK Jangan Terima Lagi (foto/rls)
Jadikan Kasus Fee Asuransi Sebagai Pelajaran, Pengamat Hukum Minta Pimpinan BRK Jangan Terima Lagi (foto/rls)

RIAU24.COM - Pimpinan Bank Riau Kepri (BRK) diminta supaya memperketat pengawasan terhadap para bawahannya. Hal itu dikatakan Pengamat Hukum Universitas Riau (UNRI), Herdianto Efendi.

Dirinya mengingatkan khususnya pada pimpinan cabang pembantu (Pincapem), Pimpinan Cabang, serta petinggi lainnya. Peringatan itu mesti disampaikan sebab mengingat masih ada upaya-upaya disinyalir dilakukan Pimpinan Cabang Pembantu (Pincapem), Pimpinan Cabang (Pincab) BRK menerima bahkan meminta fee asuransi hingga saat ini. 

"Iya, pimpinan harus melakukan pengawasan secara ketat, harus diberikan sosialisasi, kalau ada pelanggaran-pelanggaran harus diberikan teguran. Jadi jangan sampai masuk ke ranah pidana, karena ranah pidana itu sarana terakhir," sebut Herdianto, Kamis (10/12/2021).

Mestinya kasus itu bisa jadi pelajaran penting bagi pengambil kebijakan di lingkungan BRK agar tidak terulang kembali. Tak hanya Pincapem dan Pincab semata saja, ia juga mengingatkan mulai dari karyawan, kepala divisi, jajaran direksi hingga komisaris agar berhati-hati dalam mengambil kebijakan pengelolaan keuangan perbankan. 

Saat ini, dari lima perusahaan asuransi yang direct (langsung) dengan BRK, di antaranya Askrida, Jamkrida, Aksrindo, Jamkrindo dan Jasindo. Dari kelima perusahaan tersebut, informasi diperoleh Askrida diduga masih memberikan fee kick back kepada Pincapem dan Pincab. 

Dampaknya, keempat perusahaan asuransi tak memberikan tersebut, patut diduga tidak diberi bisnis oleh para Pincapem dan Pincab BRK. Bahkan, Jamkrida sebagai BUMD Riau bergerak di asuransi, malah tidak diberikan kepercayaan sebagai rekanan asuransi BRK. 

Erdianto mengatakan, petinggi Bank Riau Kepri jangan salah dalam menggunakan kewenangan. Jika disalahgunakan, pelaku tidak hanya bisa dijerat undang-undang perbankan, namun bisa juga diseret ke undang-undang gratifikasi dan korupsi.

"Karena bank daerah daerah ini kan BUMD, jadi bisa ditarik ke tipikor, keuangannya milik negara. Bisa dianggap menerima karena jabatanya, jadi hati-hati dalam pengelolaan dana perbankan milik daerah," memberikan warning.

Herdianto berharap ke depan tidak lagi ada kasus serupa terulang. Sebab pimpinan dan pegawai BRK sudah diberikan gaji dan tunjangan sangat besar jika dibandingkan pegawai di BUMD lainnya. 

"Gaji dan tunjanganya pegawai bank itu cukup besar jika dibandingkan dengan pegawai lain, jadi sebaiknya fokus sajalah, jangan terima sesuatu yang belum jelas, jadi ini harus menjadi pelajaran lah bagi semua," katanya. 

Sementara itu, Direktur Kepatuhan dan Manajemen Risiko BRK, Fajar Restu, saat dikonfirmasi mengakui ada menerima informasi tersebut. 

"Saya dapat laporan itu juga (meminta dan menerima fee asuransu). Divisi Kepatuhan akan surati unit kerja ttg Pakta Integritas telah mereka teken," jelasnya. 

Ia kembali menegaskan, sesuai dengan Pakta Integritas ditandatangani para pimpinan BRK, tidak ada kata ampun buat pegawai yang meminta bahkan menerima seperti itu. 

"Saya menegaskan, kalian sudah teken Pakta Integritas, jalankan SOP. Jadikan pelajaran (3 pimpinan) sekarang ini (tersandung fee asuransi). Saya tega, salah kita berhentikan. Kita tega, kita hukum. Tidak ada pilih kasih. Terbukti, ikuti aturan berlaku," tegas Fajar Restu. (Rls)