Heboh Soal Keppres 1 Maret Tak Libatkan Nama Soeharto

Azhar 6 Mar 2022, 12:33
Presiden RI ke-2 Soeharto. Sumber: Internet
Presiden RI ke-2 Soeharto. Sumber: Internet

RIAU24.COM -  Rakyat geger usai Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara terbit. Alasannya karena dalam Keppres tersebut tidak dicantumkannya peran Presiden ke-2 Soeharto saat Serangan Umum 1 Maret 1949.

Alhasil, term tersebut menimbulkan kontroversi berkepanjangan dikutip dari cnnindonesia.com, Minggu, 6 Maret 2022.

Sejarawan Universitas Gadjah Mada (UGM) yang juga menjadi salah satu tenaga ahli Penulis Naskah Akademik Hari Penegakkan Kedaulatan Negara Sri Margana mengomentari polemik tersebut.

Katanya, langkah pemerintah tak menyebutkan Soeharto dalam Keppres Nomor 2 tahun 2022 sudah tepat. Termasuk sikap Mahfud MD dalam memberikan penjelasan yang dinilainya mantap.

"Pak Mahfud sudah benar bahwa kalau melihat sejarah ya di buku sejarah. Lagi pula Keppres itu kan bukan sejarah. Keppres itu bahasa administratif," sebutnya.

"Kalo mau liat perannya Soeharto ya baca buku sejarah, baca naskah akademik yang saya tulis. Jadi di buku naskah akademik itu semua tokoh penting yang berpartisipasi disebut semua termasuk Pak Harto. Tidak ada yang dihapus," ujarnya.

Tambahnya, inisiator Serangan Umum 1 Maret memang bukan Soeharto, melainkan Sri Sultan Hamengkubuwana IX, sebagai Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan selaku Menteri Pertahanan RI.

Serangan Umum 1 Maret tidak hanya dipimpin oleh Soeharto seorang diri. Melainkan ada banyak nama yang turut andil memimpin pasukan dalam serangan umum tersebut, seperti Bambang Sugeng, Ventje Sumual, T.B. Simatupang, Mayor Sardjono, dan sebagainya.

Berkebalikan ketika Soeharto menjadi Presiden RI ke-2 kala itu. Dimana orang-orang yang terlibat dalam Serangan Umum 1 Maret menurutnya tidak pernah disebutkan.

Padahal kala itu ada ribuan pelaku sejarah dalam peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 yang terjadi di Yogyakarta, dimana ada ratusan pemimpin dalam serangan itu tercatat dalam naskah akademik, termasuk Soeharto.