Perayaan Idulfitri di Indonesia Kurang Lengkap Jika Tak Ada Halalbihalal, Ternyata dari Sini Asal Muasalnya

Rizka 9 May 2022, 10:15
google
google

RIAU24.COM -  Kegiatan Halalbihalal sejatinya tidak akan terlepas dari perayaan Idulfitri di Indonesia. Setelah menjalankan ibadah puasa selama satu bulan lamanya, tibalah hari untuk merayakan kemenangan yaitu tepat pada tanggal 1 Syawal. Biasanya, sehabis mengadakan salat Id kita langsung saling bermaaf-maafan kepada keluarga, saudara, maupun juga kerabat.

Namun, dikarenakan adanya wabah ini memaksa kita untuk tidak melakukan aktivitas tersebut. Jangan sedih, sebab kegiatan ini masih bisa tetap berlanjut kok, melalui via smartphone. Jadi, sudah tidak ada alasan lagi untuk berpergian ke luar rumah, kita tetap bisa merekatkan tali persaudaraan meskipun tidak bertemu secara fisik. Terlepas dari hal tersebut, yuk kita pahami dulu seputar halalbihalal yang merupakan budaya asli Indonesia.

Berkaitan erat dengan halalbihalal, hal ini penting untuk kamu ketahui. Meskipun minal ‘aidin wal faizin berbahasa Arab, namun di sana nyatanya kalimat ini tidak begitu dikenal. Minal ‘aidin artinya adalah ‘golongan yang kembali’ sedangkan wal faizin berarti ‘golongan yang menang’.

Ihwalnya, sebelum kalimat ini diawali dengan kata ja’alanallahu, maka menjadi “ja’alanallahu minal ‘aidin wal faizin” yang maknanya adalah “semoga Allah menjadikan kita termasuk (golongan) orang-orang yang kembali suci (fitrah) dan termasuk orang yang menang melawan hawa nafsu”.

Seringkali seseorang, mengucapkan minal ‘aidin wal faizin disertai juga dengan kalimat mohon maaf lahir batin, seolah-olah bahwa itu adalah arti dari minal ‘aidin wal faizin. Padahal, kalimat ucapan yang sudah lazim ini tidaklah tepat dalam bahasa Arab.

Maka dari itu, kalimat yang seharusnya digunakan sebagai penutup bulan suci ini ialah “Taqabballahu minna wa minkum wa ja’alanallahu minal ‘aidin wal faizin”  yang artinya ”Semoga Allah SWT menerima amalan yang telah saya kerjakan dan kamu kerjakan dan semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang kembali kepada fitrah dan orang-orang yang mendapatkan kemenangan”.

Kegiatan halalbihalal sebenarnya sudah ada sejak Pangeran Sambernyawa, sehabis Idulfitri beliau mengadakan pertemuan dengan para raja, punggawa, dan juga prajurit secara bersamaan di balai istana. Semua punggawa dan prajurit melakukan sungkem kepada raja dan permaisuri. Setelah itu, pada akhirnya masyarakat meniru kebiasaan baik ini.

Berawal dari adanya, gejala disintegrasi bangsa yakni pada tahun 1948 tepat pada pertengahan bulan Ramadan, Bung Karno memanggil K.H Wahab Chasbullah untuk datang ke Istana Negara. Mendapatkan saran dari K.H Wahab Chasbullah agar diadakan silaturahim, bapak Soekarno merasa bahwa kata itu sudah terlalu biasa, beliau ingin mengganti istilah tersebut.

Dari sinilah, K.H Wahab Chasbullah menjelaskan bahwasannya, para elit politik yang pada saat itu enggan tuk bersatu, saling menyalahkan satu sama lain mengingatkan bahwa itu merupakan perbuatan dosa.

Mereka semua harus duduk bersama dalam satu meja saling memaafkan. Alhasil, silaturahim dalam momen Idulfitri dirubah menjadi istilah halalbihalal. Sejak saat itulah, halalbihalal mulai diikuti oleh masyarakat luas maupun di berbagai elemen pemerintahan.