Misteri Kematian Munir, Aktivis HAM yang Meninggal di Udara

Zuratul 6 Jul 2022, 11:11
Potret Munir Said Thalib/voi
Potret Munir Said Thalib/voi

RIAU24.COM Munir Said Thalib tewas diracun dalam penerbangannya dari Jakarta ke Amsterdam pada 7 September 2004. Ia dikenal sebagai aktivis hak asasi manusia (HAM) yang berintegritas dan independen.

Munir dikenal karena telah banyak menangani dan menyelesaikan kasus pelanggaran HAM di Indonesia. Beliau suka membantu masyarakat kecil seperti kasus peggusuran, kekerasan, perburuhan, dan lainnya.

Namun sayangnya, setelah 18 tahun kasus ini terjadi belum ada kepastian mengenai bagaimana kronologi kematian Munir yang masih menyisahkan tanda tanya.

Fakta investigasi yang dilakukan oleh pihak kepolisian yang dianggap rancu pun menimbulkan teori ‘konspirasi’ dimasyarakat Indonnesia terkait siapa dalang dibalik kematian Munir.

Melansir dari laman  Kontras,  pembunuhan Munir merupakan sebuah serangan yang dilakukan secara sistematik serta ditunjukan langsung terhadap penduduk sipil. Kejahatan yang teroganisasikan itu diyakini melibatkan beberapa pihak dari kalangan berpengaruh.

Hal tersebut membuat publik mempertanyakan komitmen pemerintah untuk melindungi pembela hak asasi manusia (HAM).

Berikut beberapa fakta atas pembunuhan Munir:

Meninggal Saat Hendak Menuntut Ilmu

Munir meninggal di dalam pesawat Garuda Indonesia dengan nomor GA-974 di usianya yang ke-39 tahun. Saat itu ia pergi untuk melanjutkan studinya di Universitas Utrecht. Munir meninggal dalam perjalanan menuju Amsterdam, Belanda.

Dibunuh Menggunakan Racun

Dua jam sebelum tiba di Bandara Schipol, Amsterdam, Munir meninggal. Ia sempat menghela nafas sebelum menghembuskan nafas terakhirnya sekitar pukul 08.10 waktu setempat.

Dua bulan setelah kematian Munir, Kepolisian Belanda mengungkap bahwa ia tewas akibat diracun. Hal tersebut diketahui setelah senyawa arsenik ditemukan di dalam tubuhnya setelah autopsi dilakukan, dilansir dari  etan.org . Senyawa itu diketahui terdapat di dalam air seni, darah, dan jantung yang jumlahnya melebihi kandungan normal.

Terlibatnya pihak Garuda

Kematian Munir berbagai pihak dari maskapai Garuda Indonesia. Mereka adalah pilot Garuda, Pollycarpus, dan mantan Direktur Utama Garuda Indonesia, Indra Setiawan.

Pollycarpus yang pada saat kejadian mengaku sebagai kru tambahan dinyatakan sebagai pelaku pembunuhan dengan memasukkan racun arsenik pada tubuh Munir.

Ia sempat dijatuhi hukuman 20 tahun penjara. Namun, dalam prosesnya, keputusan hakim berubah-ubah. Setelah menuntut kembali, hukumannya menjadi 14 tahun penjara.

Pada November 2014, Pollycarpus bebas bersyarat dan dinyatakan bebas murni pada Agustus 2018. Sementara itu, Indra Setiawan turut berpartisipasi membantu Pollycarpus menjalankan aksinya.

Terdapat Banya Kejanggalan

Ada banyak kejanggalan dalam kasus pembunuhan ini. Pollycarpus yang saat itu berstatus sebagai pilot ternyata sedang dalam masa cuti. Namun, Indra Setiawan memberikan surat tugas padanya.

Tiga hari sebelum keberangkatan, Munir diketahui menerima telepon dari seseorang bernama Pollycarpus. Dalam telepon itu Pollycarpus memastikan Munir untuk naik penerbangan GA 974.

Dugaan Keterlibatan BIN

Deputi V BIN saat itu, Muchdi Prawiro Pranjono, sempat menjadi terdakwa dalam kasus pembunuhan munir. Namun putusan Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 31 Desember 2008 membebaskannya dari segala dakwaan.

Selama sebelum dan sesudah Munir dibunuh diduga terdapat lebih dari 40 kali komunikasi telepon antara Muchdi dan Pollycarpus. Bahkan pada hari Munir dibunuh terdapat 15 kali hubungan telepon Muhdi dangan Pollycarpus.

Sementara itu, Indra mengaku mendapat permintaan dari BIN, namun dirinya membantah telah terlibat dalam konspirasi pembunuhan Munir tersebut.

Hilangnya laporan Tim Pencari Fakta

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sempat membentuk tim pencari fakta untuk mencari kebenaran kasus ini. Dokumen hasil investigasi diserahkan secara langsung kepada Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono pada 24 Juni 2005.

Namun, hingga akhir masa kepemimpinan SBY dokumen tersebut tak kunjung dibuka ke publik.

Saat rezim berganti ke Presiden Joko Widodo atau Jokowi, dokumen hasil laporan TPF tiba-tiba dinyatakan hilang. Hilangnya laporan itu baru diketahui pada pertengahan Februari 2016. Ketika itu, KontraS mendatangi kantor Sekretariat Negara meminta penjelasan dan mendesak segera dilakukan pengumuman hasil laporan TPF pembunuhan Munir