Kemiskinan Ekstrem di Riau, Pengamat: Kurangnya Perhatian Pemerintah pada Masyarakat Kalangan Bawah

Alwira 23 Jul 2022, 22:18
Podcast Riau24channel
Podcast Riau24channel

RIAU24.COM - Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang dialami oleh kelompok masyarakat karena struktur sosial masyarakat tersebut tidak bisa menggunakan sumber pendapatannya. 

Seperti itu dikatakan Pengamatan Ekonomi dari Universitas Riau (Unri) Dr. Eka Armas Pailis dalam Podcast Riau24channel, Rabu (20/7/2022) yang mengangkat tema tentang angka kemiskinan ekstrem di Riau yang mencapai 147 ribu jiwa.

Bentuk kemiskinan ini, sebut Dr Eka, akan selalu terjadi karena kelompok atau individu tersebut terus berada di kondisi yang sama.

"Riau menjadi salah satu provinsi yang memiliki angka kemiskinan sangat ekstrem akibat kurangnya perhatian yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat kalangan bawah," ujar Dr Eka menjelaskan.

Sambung dia menjelaskan, tidak ada upaya dari pemerintah untuk merubah mereka, juga tidak diberi kesempatan karena struktur sudah membentuk mereka di bawah. 

"Ada kemungkinan bahwa yang kaya akan makin kaya, relasi, jejaring, dan orang dalam,” kata Dr.Eka Armas Pailis.

Hari ini, sebut dia di Indonesia muncul data yang miris, angka kemiskinannya yaitu kemiskinan terdidik. Artinya Sarjana S1 bahkan S2 tidak bekerja dan itu muncul masalah baru karena masalah faktor yang dasarnya adalah mindset pemikirannya yang tidak bisa berubah.

“Salah satu cara untuk keluar dari kemiskinan adalah berbisnis, berniaga, berdagang. Tapi mereka tidak punya kemampuan, itu mungkin bukan beban pemerintah tapi memang pemerintah yang bertanggung jawab utama harusnya ada suntik (bantuan,red) dari pemerintah.” tuturnya.

Pemerintah, tambah dia, membiarkan terjadinya kemiskinan struktural. Pemerintah membuat kebijakan yang setengah-setengah yang membuat kebijakan yang awalnya mendukung, sekarang seperti tidak mendapat dukungan penuh, saling tumpang tindih.

Lalu sebut dia lagi, ada lima aspek yang harus di selesaikan oleh pemerintah, yaitu
yang pertama Pendidikan. 

"Jadi biaya pendidikan ditekan, dimurahkan, tapi yang anehnya pendidikan itu cuma sampai SMA, Perguruan Tinggi tidak, karena Perguruan Tinggi tidak masuk dalam pendidikan yang harus diamanatkan Negara," paparnya.

Yang kedua, lanjut dia, yaitu Kesehatan. Uang Negara habis untuk kasus Covid-19 yang mencapai 2 tahun pandemi.

Yang ketiga yaitu Ketenagakerjaan, sektor pekerjaan yang penyerapan tenaga kerja banyak, padahal bukan di situ bidangnya, yang paling banyak sumber penyerapan tenaga kerja 

"Apalagi tenaga kerja asing masuk ini semakin memperparah suasana," sebut dia.

Lalu yang keempat, Pelayanan dasar. Seperti air minum, listrik, elektrifikasi, telekomunikasi. Dan yang terakhir adalah Sosial.

"Contoh, Pekanbaru hari ini kita punya perda tidak boleh kasih sumbang-sumbangan bagi pengemis di pinggir jalan, tapi kita saksikan banyak para pengemis mereka tidak difasilitasi, diayomi dan ini menjadi problem kita, dan kita saksikan hari ini semakin banyak bahkan ekploitasi anak," sebut dia menjelaskan. (Mg4/Nan)