PSE Kominfo Sebenarnya Menguntungkan Pihak Mana?

Zuratul 4 Aug 2022, 09:52
Potret Konferensi Pers Pihak Kominfo terkait PSE/detikcom
Potret Konferensi Pers Pihak Kominfo terkait PSE/detikcom

RIAU24.COM - Kewajiban pendaftaran Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) dinilai terburu-buru, yang diduga terkait pengendalian konten. Sementara, aturannya rentan berubah karena cuma berdasarkan peraturan menteri.

Kebijakan itu diatur dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 5 Tahun 2020 tentang PSE Lingkup Privat. Kementerian pun menetapkan tenggat awal pendaftaran pada 21 Juli.

Pelaksanaannya yang membuat publik sempat deg-degan dengan ancaman blokir terhadap platform 'sejuta umat' seperti WhatsApp, Facebook, hingga Gmail. 

Tenggat kedua, 29 Juli, pun terlewati. Tak terdaftar dan tak bisa dikontak seperti aplikasi, PayPal, Yahoo!, Steam, DoTA, CS Go, Origin.com, dan epicGames kena blokir.

Warganet pun mengamuk lewat #BlokirKominfo, yang sempat memuncaki trending topic Twitter, sebagai bentuk protes terhadap kebijakan PSE.

Netizen juga menyindir tentang pembiaran situs judi online, yang bahkan daftar PSE, sementara platform berguna malah diblokir.

Salah satu pejabat Kominfo sempat menyebut platform pendaftar PSE tertentu yang dituding netizen bukan judi online. Namun, itu kemudian dibantah sendiri oleh Menkominfo Johnny G Plate lewat pemblokiran beberapa situs judi, dikutip CNN. 

Ruby Alamsyah, CEO Digital Forensic Indonesia, menilai penerapan aturan ini terlalu cepat, bahkan sebelum Undang-Undang Perlindungan Data Pengguna (UU PDP) disahkan. 

"Dengan tidak ada UU PDP terkesan aturan ini tuh sedikit mendahului dan terlihat urgensinya untuk hal lain," ujar dia, lewat sambungan telepon kepada CNNIndonesia.com, Rabu (3/8) dari San Fransisco, AS.

Kenapa penerapannya terkesan terburu-buru? Ruby menduga pemerintah ingin mengontrol informasi di media sosial.

"Pendaftaran-pendaftaran PSE itu baik itu secara administratif, informasi teknis, diharuskan mempunyai fitur pengaduan agar segera bisa take-down konten tertentu, baik melalui pemerintah atau pengguna, nah itu terkesan mau mengontrol konten, mau mengontrol internet, media sosial dan lain-lain," ujarnya. 

(***)