PM Malaysia Kecewa! DK PBB Tidak Serius Urusi Krisis Politik di Myanmar 

Zuratul 26 Sep 2022, 08:57
Perdana Menteri Malaysia Ismail Sabri Yaakob, di Panggung PBB (Dok. CNBC)
Perdana Menteri Malaysia Ismail Sabri Yaakob, di Panggung PBB (Dok. CNBC)

RIAU24.COM - Perdana Menteri Malaysia Ismail Sabri Yaakob mengekspresikan kekecewaan kepada Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) yang dinilai tidak serius dalam menangani krisis politik berkepanjangan di Myanmar.

Ismail Sabri Yaakob tersebut menyampaikannya pada Sidang Majelis Umum ke-77 PBB pada Jumat kemarin, Ismail Sabri Yaakob mengatakan bahwa DK PBB tidak mengambil "langkah serius apa pun" terkait krisis politik di Myanmar. Ia bahkan menyebut respons DK PBB "sangat menyedihkan."

zxc1 
 
"Beberapa pihak bahkan memandang DK PBB seperti sedang 'cuci tangan' (atas isu Myanmar) dan menyerahkan masalah tersebut kepada ASEAN," sambungnya, seperti dikutip dari laman Al Jazeera, Sabtu, 24 September 2022.

Militer Myanmar merebut kekuasaan dari pemerintahan sipil Aung San Suu Kyi pada Februari 2021. Kudeta tersebut menjatuhkan Myanmar ke dalam jurang krisis, dengan bentrokan yang terjadi hampir setiap hari telah menewaskan ribuan orang.

Masih mengenai Myanmar, Ismail Sabri Yaakob juga mengatakan bahwa "Lima Poin Konsensus ASEAN" -- perjanjian yang telah disepakati semua negara anggota termasuk Myanmar -- harus mendapat "napas baru." Sebagian besar anggota ASEAN kecewa karena junta Myanmar tidak kunjung mematuhi lima poin tersebut meski sudah ikut menyepakatinya tahun lalu.

"Malaysia kecewa karena tidak ada kemajuan berarti dalam implementasi Lima Poin Konsensus ASEAN, terutama oleh junta Myanmar. Dalam kondisi seperti saat ini, Lima Poin Konsensus ASEAN tidak dapat dilanjutkan lagi," tutur Ismail Sabri Yaakob.

Pemerintah Malaysia memimpin seruan untuk menerapkan pendekatan yang lebih keras terhadap junta Myanmar

Kuala Lumpur juga menyerukan ASEAN untuk berkoordinasi dengan Pemerintan Persatuan Nasional (NUG), sebuah pemerintahan bayangan di Myanmar beranggotakan jajaran politisi yang digulingkan militer.

Filipina, Indonesia dan Singapura juga telah mendorong adanya sikap yang lebih tegas terhadap para petinggi junta Myanmar.

(***)