Erdogan Akui Lambat Tangani Masalah Gempa, Janjikan Rumah Baru untuk Warga Terdampak

Zuratul 9 Feb 2023, 09:20
Potret Presiden Turki, Erdogan yang Menyatakan Sikap Pada Pemerintah Swedia Usai Pembakaran Al-Qur'an di depan Kedubes di Turki. (Tribun/Foto)
Potret Presiden Turki, Erdogan yang Menyatakan Sikap Pada Pemerintah Swedia Usai Pembakaran Al-Qur'an di depan Kedubes di Turki. (Tribun/Foto)

RIAU24.COM - Presiden Turki Tayyip Erdogan mengakui pemerintahannya lambat merespons di awal gempa terjadi. Pengakuan ini disampaikan saat masyarakat terdampak gempa marah dan frustasi dengan lambatnya tim penyelamat ke lokasi mereka.

Erdogan yang akan menjalani pemilu bulan Mei mendatang mengunjungi salah satu daerah terdampak gempa. Ia mengatakan operasi penyelamatan kini berjalan normal dan berjanji tidak akan ada yang dibiarkan tanpa rumah.

Total korban jiwa gempa yang terjadi di Turki dan Suriah pada Senin (6/2/2023) kemarin mencapai lebih dari 12 ribu.

Banyak warga yang mencari tempat penampungan sementara dan makanan di musim dingin yang berat. Sebagian menunggu di samping puing-puing bangunan yang rubuh di mana keluarga dan teman mereka mungkin masih terkubur.

Tim penyelamat masih mencari beberapa orang yang selamat. Tapi banyak warga Turki yang mengeluhkan sedikitnya peralatan, keahlian dan bantuan menyelamatkan yang terjebak reruntuhan

"Di mana negara? Di mana saja mereka dua hari ini? Kami memohon pada mereka, ayo lakukan, kami bisa mengeluarkan mereka," kata Sabiha Alinak di dekat bangunan yang terselimuti salju di Kota Malatya, Rabu (8/2/2023).

Kerabat Alinak yang masih kecil terjebak di bangunan itu. Terdapat kejadian dan keluhan serupa di Suriah yang juga diguncang gempa dahsyat awal pekan lalu.

Duta Besar Suriah untuk PBB mengakui pemerintahnya "kekurangan kemampuan dan peralatan". Ia menyalahkan perang sipil selama puluhan tahun dan sanksi-sanksi negara Barat.

Jumlah korban jiwa dari kedua negara diperkirakan akan terus naik. Sebab ratusan bangunan yang rubuh di kota-kota di Turki dan Suriah telah menjadi nisan bagi korban yang terperangkap di bawahnya.

Di Kota Antakya, Turki, lusinan jenazah yang beberapa ditutupi dengan selimut dan kain dan beberapa lain di dalam kantong jenazah, dibariskan di tanah di luar sebuah rumah sakit. Mereka mengeluhkan sedikitnya tim penyelamat.

"Kami selamat dari gempa, tapi kami tetap mati karena kelaparan atau kedinginan," katanya.

Di daerah terdampak gempa atau zona bencana, banyak warga tidur di mobil mereka di jalanan, hanya memakai selimut di musim dingin yang membekukan. Mereka takut masuk kembali ke dalam gedung yang diguncang gempa bermagnitudo 7,8. Gempa paling mematikan di Turki sejak 1999.

Pada Rabu kemarin pemerintah dan tim penyelamat mengkonfirmasi total korban jiwa di Turki menjadi 9.057 orang dan Suriah sebanyak 2.950 orang.

Pihak berwenang Turki merilis video penyelamatan, termasuk seorang anak perempuan yang masih memakai piyama dan pria tua yang terselimuti debu, dengan rokok di sela dua jarinya. Mereka ditarik keluar dari bawah puing-puing bangunan yang rubuh.

Pemerintah Turki mengatakan 13,5 juta orang di daerah yang tersebar 450 kilometer dari Adana di barat sampai Diyarbakir di timur terdampak gempa. Di Suriah korban tewas dilaporkan hingga Hama, 250 kilometer dari pusat gempa.

Sebagian korban jiwa di Turki merupakan pengungsi perang Suriah. Kantong jenazah mereka dibawa ke perbatasan dengan taksi, mobil van dan ditumpuk di truk bak datar untuk dibawa ke peristirahatan terakhir di kampung halaman mereka.

(***)