Fahri Hamzah Sebut Utang Pemilu Bibit Korupsi, Sindir Siapakah?

Amastya 15 Feb 2023, 10:10
Fahri Hamzah selaku Wakil Ketua Umum DPN Partai Gelora Indonesia sebut utang pemilu bibit dari korupsi /@fahrihamzah
Fahri Hamzah selaku Wakil Ketua Umum DPN Partai Gelora Indonesia sebut utang pemilu bibit dari korupsi /@fahrihamzah

RIAU24.COM Fahri Hamzah selaku Wakil Ketua Umum DPN Partai Gelora Indonesia mengkritik pedas soal utang piutang di belakang layar pemilu dengan janji pelunasan setelah berkuasa.

Fahri menilai janji pelunasan setelah berkuasa seperti itu bisa dianggap sebagai bentuk perencanaan korupsi yang kasat mata.

"Praktik pinjam uang dengan janji lunas setelah menang atau menjabat merupakan bentuk perencanaan korupsi. Praktik seperti ini harus kita hentikan kalau kita ingin Indonesia bebas dari korupsi,” kata Fahri dikutip dari @Fahrihamzah pada Rabu (14/2/2023).

Mantan Wakil Ketua DPR ini menyarankan, jika seseorang tidak memiliki logistik memadai, jangan memaksakan diri maju sebagai kandidat, apalagi sampai diminta menanggung biaya pemilu dan kampanye.

Mantan anggota Komisi III DPR juga mengingatkan jangan sampai seorang calon pemimpin merusak prinsip hanya demi memaksakan kehendak maju.

 "Kalau jadi kandidat dan ternyata juga disuruh menanggung biaya pemilu dan kampanye, ya mendingan nggak maju. Kita jangan pernah merasa seolah (saking bangsa ini memerlukan kita), lalu kita merusak prinsip kita demi tujuan itu. Bangsa ini tidak memerlukan kita dengan cara itu," tegasnya. P

ernyataan Fahri ini disampaikan ketika kabar utang piutang Anies Baswedan dengan Sandiaga Uno pada masa Pemilihan Gubernur DKI Jakarta pada 2017 yang masih hangat.

Saat dikonfirmasi, Fahri menegaskan bahwa pernyataannya itu bukan dimaksudkan untuk figur atau kandidat tertentu, melainkan kritik terhadap cara-cara seperti itu.

"Itu bukan soal individu tapi sistem pembiayaan pemilu dan kampanye. Saya tidak membicarakan orang, yang saya bicarakan adalah sistem pembiayaan kampanye dan pemilu yang harus dibersihkan dari peluang masuknya dana-dana ‘haram’ dan ilegal, sebab itulah awal mula dari mengelola ruang publik secara tidak transparan karena di belakang layar ada janji lain," tandas politikus asal Nusa Tenggara Barat (NTB) itu.

(***)